Bupati Pamekasan Ngopi di Warung, Pesan Kesederhanaan dan Dukungan untuk UMKM

Bupati Pamekasan Ngopi di Warung, Pesan Kesederhanaan dan Dukungan untuk UMKM Bupati Pamekasan, saat menyeduh kopi di sebuah warung.

PAMEKASAN, BANGSAONLINE.com - Di sebuah warung kecil di kawasan Undaan, Surabaya, suasana pagi terasa hangat. Aroma kopi hitam menguar di udara, kursi kayu tua berderit pelan, dan di sudut dekat jendela, seorang pria berkopiah hitam duduk tenang menyeruput kopi susu. 

Tak banyak yang menyadari, pria itu adalah Bupati Pamekasan, Kholilurrahman. Kamis (16/10/2025) pagi, sang istri tercinta, Nyai Ummu Royhana Kholilurrahman, tengah menjalani operasi mata di Rumah Sakit Undaan. 

Alih-alih menunggu di ruang tunggu rumah sakit, Kiai Kholil memilih singgah di warung sederhana milik warga. Tanpa pengawalan mencolok, tanpa protokol panjang, hanya ditemani secangkir kopi dan obrolan ringan bersama warga. 

Ia tampak berbincang santai dengan beberapa pelanggan yang baru menyadari siapa sosok di hadapan mereka. Tak ada jarak, tak ada formalitas, hanya tawa kecil dan gurauan tentang harga gula dan cuaca yang tak menentu.

“Kalau usaha kecil berkembang, itu akan berdampak besar pada roda ekonomi yang lebih luas. Karena itu, siapa pun (termasuk pejabat), punya tanggung jawab moral untuk mendukung UKM,” ujarnya lirih. 

Warung itu milik Mak Yanti, perempuan paruh baya yang membuka lapaknya sejak subuh. Saat menyadari siapa tamunya, ia sempat terpaku. 

“Saya kira cuma orang biasa. Biasanya pejabat itu datang bawa rombongan, tapi beliau datang sendiri, beli kopi, dan ramah sekali,” akunya.

Momen singkat itu meninggalkan kesan mendalam. Di meja kecil itu, nilai-nilai kepemimpinan terasa hidup. 

Kesederhanaan bukan sekadar gaya hidup, tetapi pesan simbolik bahwa pemerintah harus hadir di tengah rakyat, bukan di atasnya.

Bupati Pamekasan menegaskan bahwa warung kopi, pedagang kaki lima, dan pelaku usaha kecil adalah tulang punggung ekonomi rakyat. 

“Kita tidak boleh memandang remeh warung-warung kecil ini. Justru dari sinilah semangat kerja keras dan kemandirian itu lahir,” tuturnya..

Menjelang siang, ia bangkit, menyalami Mak Yanti, lalu berjalan pelan kembali ke rumah sakit. Tak ada seremoni, tak ada kamera resmi, hanya langkah seorang pemimpin yang meninggalkan jejak keteladanan.

Di sudut warung yang kembali tenang, hanya tersisa aroma kopi, dan kisah sederhana tentang seorang bupati yang memilih bersama rakyatnya, bahkan di saat paling pribadi sekalipun. (bel/dim/mar)