Anggota DPRD Pamekasan, Tabri S. Munir.
PAMEKASAN, BANGSAONLINE.com - Pemkab Pamekasan resmi menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan sebagai langkah progresif dalam perlindungan pekerja perempuan.
Salah satu poin penting dalam regulasi yang disahkan Oktober tahun ini adalah penegasan hak cuti iddah bagi pekerja perempuan, sekaligus menjadi tameng hukum dari praktik pemutusan hubungan kerja (PHK) yang kerap terjadi.
Regulasi tersebut merupakan inisiatif Komisi II DPRD Pamekasan, dan dirancang sebagai payung hukum terpadu yang menggabungkan berbagai regulasi ketenagakerjaan, mulai dari perlindungan tenaga kerja migran, perlindungan pekerja secara umum, hingga perlindungan khusus bagi pekerja perempuan.
Anggota DPRD Pamekasan, Tabri S. Munir, menegaskan bahwa pengaturan cuti iddah dalam aturan itu selaras dengan prinsip dasar perlindungan tenaga kerja sebagaimana diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang telah diperbarui melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
“Cuti adalah hak normatif pekerja. Itu tidak boleh dijadikan alasan untuk PHK. Perda ini mempertegas prinsip tersebut, khususnya bagi pekerja perempuan yang sedang menjalani masa iddah,” ucapnya saat dikonfirmasi, Senin (29/12/2025).
Menurut dia, dalam konteks sosial Pamekasan yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam, masa iddah bukan sekadar urusan administratif ketenagakerjaan, tetapi juga memiliki nilai keagamaan dan kemanusiaan yang kuat. Karena itu, negara wajib hadir memberikan perlindungan hukum.
Perda ini menyatakan, perempuan yang memasuki masa iddah, baik karena perceraian maupun ditinggal wafat suami, berhak mendapatkan cuti tanpa kehilangan status pekerjaan. Praktik PHK dengan alasan cuti iddah dinilai bertentangan dengan semangat perlindungan tenaga kerja.
Kendati demikian, Tabri mengakui regulasi ini masih membutuhkan aturan turunan, terutama terkait teknis pelaksanaan seperti pengupahan dan tunjangan selama masa cuti iddah yang umumnya berlangsung sekitar 40 hari.
“Secara teknis memang belum diatur detail. Tapi secara norma sudah jelas: tidak boleh di-PHK dan hak cuti itu ada. Teknisnya akan diperjelas melalui Peraturan Bupati serta aturan dari dinas teknis,” ujarnya.
Ia menambahkan, penguatan regulasi turunan penting agar selaras dengan ketentuan nasional, termasuk PP Nomor 35 Tahun 2021 yang menekankan perlindungan pekerja dari praktik PHK tidak adil.
DPRD Pamekasan juga mendorong sosialisasi masif Perda ini kepada perusahaan dan pekerja, khususnya perempuan, agar hak-hak tersebut benar-benar dipahami dan dilaksanakan.
“Jangan sampai perempuan yang sedang berada dalam kondisi psikologis berat karena ditinggal suami, justru kehilangan pekerjaan. Perda ini hadir untuk mencegah ketidakadilan semacam itu,” kata Tabri.
Dengan adanya Perda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan ini, DPRD Pamekasan berharap tercipta kepastian hukum serta iklim kerja yang lebih adil, berkeadilan, dan manusiawi, khususnya bagi pekerja perempuan dalam situasi rentan. (dim/mar)






