Dapat PUI, Puslitbang Perhutani Terus Kembangkan Kayu Jati Plus

Dapat PUI, Puslitbang Perhutani Terus Kembangkan Kayu Jati Plus Kapuslitbang Perhutani, Yahya Amin saat menggelar konferensi pers.

BOJONEGORO, BANGSAONLINE.com - Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) terus mengembangkan hilirasi Produksi Kayu Jati Plus (JPP) seiring dinobatkan sebagai Pusat Unggulan Iptek (PUI) Jati dari Kemenristek Dikti pada 2019.

Kapuslitbang , Yahya Amin saat konferensi pers di Kantor Puslitbang Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojonegoro mengatakan, Puslitbang sudah mengikuti PUI sejak 2017 lalu. Hasilnya sejak pendaftaran awal hingga 2019 ini, trennya terus naik. Bahkan, sudah mendapatkan predikat berupa perak. Kini ia menargetkan Puslitbang bisa mendapatkan predikat emas pada 2021.

"Kemarin kita memperoleh perak dengan nilai 802, dan untuk menuju predikat emas minimal harus mencapai nilai minimal 850. Itu yang kami targetkan," ungkap Yahya.

Kata dia, sejak dinobatkan sebagai PUI Jati, kini Puslitbang terus mengembangkan dan fokus pada penelitian jati di Indonesia. Luasan hutan jati yang terus diteliti dan dikembangkan mencapai 1,2 juta hektare, Kebun Benih Klonal (KBK) Jati sekitar 1.300 hektare, Arboretum Jati 32 varietas, serta tanaman asosiasi jati 55 jenis.

Selain itu, Puslitbang juga melaksanakan lab biosel, laboratorium genetika molekuler dan laboratorium benih. Semua pembinaan tersebut dilaksanakan secara kelembagaan dengan tujuan meningkatkan kinerja lembaga litbang.

"Dan fokus kami memang tiga penguatan, yaitu Sourcing Absorptive Capacity, Research and Development Capacity, dan Disseminating Capacity," ungkap Kapuslitabang alumni UGM dan IPB ini.

Yahya menambahkan, saat ini perkembangan dan penelitian jati memilih materi unggul. Salah satunya sumber benih Jati Plus (JPP). Ada 600 pohon plus dari Jawa dan Luar Jawa yang telah ditemukan klon unggul PHT I dan II yang luasanya mencapai kurang lebih 200.000 hektare di KPH.

"Uji coba kami produksi dan kualitas kayu JPP, antara lain hasil uji coba produksi berumur 13 tahun yang ada di KPH Ngawi dengan diameter 46 centimeter, tinggi 27 meter, dan volume 183 meter kubik per hektare," ujarnya.

Sedangkan, kualitas kayu JPP umur 7 tahun kelas kuat III dan kelas awet III-IV setera dengan kayu jati konvensional umur 15 tahun. Untuk teresan 6 dan 9 bulan menurunkan risiko pecah bontos.

"Dalam uji coba prototipe JPP, kami telah bekerja sama dengan P3HH, PT KTI, UGM, IPB dan PT Net. Selain itu, Puslitbang terus menjalin kerja sama dengan Litbang LHK,BPDAS, BB Padi, Balitjestro, LIP dan PT Inhutani," pungkasnya. (gun/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO