
JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Israel makin brutal. Sebanyak lima jurnalis Aljazeera dibantai oleh tentara Israel. Para jurnalis yang dibunuh itu adalah koresponden Anas Al-Sharif, Mohammed Qreiqeh, juru kamera Ibrahim Zaher dan Moamen Aliwa, serta asisten juru kamera Mohammed Noufal. Mereka dibunuh di tenda saat on air.
Ironisnya, Israel masih berdalih. Zionis Israel menuding jurnalis Al-Sharif memimpin sebuah unit sayap bersenjata di Hamas. Tentu tak ada yang percaya. Apalagi pembunuhan terhadap jurnalis atau wartawan ini bukan kali pertama dilakukan tentara Israel. Sejak tentara Israel menyerang Gaza sekitar 200 jurnalis telah dibunuh.
Kini dunia menyaksikan bahwa zionis Yahudi memang haus darah, bukan komunitas beradab dan suka damai.
Peristiwa pembunuhan lima jurnalis ini semakin jelas. Bahwa ini bukan soal agama. Tapi masalah kemanusiaan dan perangai. Mereka rasis dan tak punya rasa kemanusiaan.
Menurut Antonio Gola, penulis kondang Spanyol, orang Yahudi tak suka hidup berdampingan dengan komunitas lain. Mereka lebih suka mempertahankan komunitas berdarahnya yg tak kelihatan. Itulah salah satu faktor komunitas Yahudi dibantai dan diusir oleh raja-raja Katolik Spanyol.
Yang menarik, ketika orang2 Yahudi dibantai dan diusir oleh raja-raja Katolik Spanyol justru ditampung dan dilindungi oleh raja2 Islam. Diantaranya raja Turki dan raja Maroko. Pada 2023 saya pernah ke Maroko. Saya sempat mampir ke Benteng Kasbah des Qudaias di Rabat Maroko. Di kawasan itulah orang-orang Yahudi, diantaranya, pernah tinggal. Dulu sempat mencapai 250.000 orang lebih. Tapi pada 1948 mereka eksodus ke Israel.
Namun sisanya di Maroko masih ada. Kini populasi Yahudi di Maroko sekitar 2.000 hingga 25.000 orang. Saya menyaksikan orang-orang Yahudi dengan pakaian khasnya. Saya juga sempat menyaksikan rumah-rumah mereka di beberapa pojok gang.
Raja Maroko Mohammed VI melindungi mereka sampai sekarang. Bahkan budaya Yahudi dipelihara dan masuk kurikulum sekolah.
Seperti pernah saya tulis di BANGSAONLINE, Raja Maroko memang memiliki toleransi tinggi. Sedemikian tolerannya,Raja Muhammad VI mengangkat salah seorang penasehat kerajaan dari tokoh Yahudi, yaitu Andre Azoulay. Raja Mohammed VI juga memerintahkan mendirikan sebuah monumen persahabatan umat Islam dan Yahudi di kota Essaouira. Museum tersebut menyimpan jejak panjang kiprah warga Yahudi di jantung kerajaan Islam.
Museum persahabatan itu diberi nama House of Memory atau disebut Bayt Dakira. Museum itu terletak di antara rumah warga di jantung labirin kota tua Maroko.
Museum itu didirikan di bekas rumah seorang saudagar Yahudi yang membangun sinagoge kecil di rumahnya sendiri. Rumah ibadah itu berhias ukiran kayu dan mebel tradisional khas lokal.
Padahal 99% rakyat Maroko beragama Islam. Sunni. Madzhab Maliki.
Bahkan agama Islam menjadi agama resmi negara di Maroko. Tapi pemerintah Maroko, sekali lagi, melindungi komunitas Yahudi ynag minoritas.
Ini berarti toleransi agama Islam luar biasa. Ironisnya, para pemuja Yahudi justru selalu merendahkan Islam dengan alasan yang dibuat-buat.
Sejarah mencatat, sejak kepemimpinan Nabi Muhammad, kekhalifahan Sayyidina Umar bin Khattab dan seterusnya memiliki sejarah khusus tentang toleransi terhadap Yahudi. Tapi air susu dibalas air tuba.
Wallahua’lam bisshawab.