
SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Gus Yahya sangat dekat dengan Charles Holland Taylor, pria bule kelahiran Winston-Salem, North Carolina AS yang tinggal di Yogyakarta. Holland Taylor sempat naik haji bersama rombongan kiai PBNU. Rombongan haji itu dipimpin Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar. Yang menarik, di tengah ibadah haji itu Sang Rais ‘Aam sempat ulang tahun ke-70 di Aziziyah, sedangkan Holland Taylor ganti nama jadi Muhammad Kholil. Tapi kenapa Prof Dr KH Imam Ghazali Said menyamakan Holland Taylor dengan Snock Hurgronje, mata-mata kolonial Belanda yang menyusup ke Makkah untuk mencari kelemahan umat Islam Indonesia?
Sejak kasus Peter Berkowitz, aktivis pro Israel garis keras, meledak karena diundang Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf sebagai pembicara dalam Akademi Kepemimpinan Nasional (AKN) Nahdlatul Ulama, isu infiltrasi Zionis ke PBNU menyeruak. Warga NU dan pengurus NU langsung menoleh ke sosok C. Holland Taylor. Maklum, sebelum peristiwa Peter Berkowits viral nama Holland Taylor sudah menjadi kasak-kasuk di internal NU. Apalagi dalam sebuah laporan yang dipublikasikan wikileaks, Holland Taylor disebut pernah mengorganisir lima tokoh Indonesia ke Israel.
Bahkan Gus Yahya punya akses ke tokoh-tokoh Yahudi dan Zionis disebut-sebut diperantarai Holland Taylor.
Ada cerita menarik dari Prof Kiai Imam Ghazali Said tentang bule yang sering muncul bersama Gus Yahya itu. Menurut dia, Holland Taylor, pernah ke Yerussalem. Tapi ketika mau masuk ke Masjidil Aqsha ditolak karena tidak beragama Islam.
“Yang boleh masuk Masjidil Aqsha kan Muslim. Tapi tidak ketat,” kata Kiai Imam Ghazali Said dalam Podcat BANGSAONLINE berjudul Warga Tanya Apa Fungsi Rais ‘Aam di channel YouTube.
“Karena dilihat dia bule, saat mau masuk Masjidil Aqsha dia disuruh baca Fatihah. Ternyata gak bisa. Ya, ditolak,” tutur Prof Kiai Imam Ghazali Said sembari tertawa.
Holland Taylor pun pulang. “Kemudian dia belajar,” kata Kiai Imam Ghazali yang pernah kuliah S1 di Universitas Al Azhar Mesir.
Ia menghafalkan Surat Fatihah. Beberapa bulan kemudian, begitu hafal Fatihah ia kembali ke Yerussalem. Ia berusaha masuk ke Masjidil Aqsha. Ia percaya diri (PD) karena sudah hafal Fatihah.
Tapi lagi-lagi penjaga Masjidil Aqsha mencegatnya. Holland Taylor tetap PD karena sudah hafal Fatihah. Ternyata penjaga Masjidil Haram tidak mengetes Taylor baca Fatihah.
“Tapi tidak ditanya Fatihah lagi, dia disuruh baca Syahadat, ya gak bisa masuk lagi,” kata Kiai Imam Ghazali Said. Lagi-lagi ia tertawa.
Menurut dia, cerita tentang Holland Taylor gagal masuk Masjidil Aqsha itu berasal dari Prof Dr Syafiq Mughni, pengurus Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Taylor pulang lagi. Menurut Kiai Imam Ghazali, Taylor baru bisa masuk Masjidil Aqsha setelah ketiga kalinya. “Dia baru bisa masuk yang ketiga,” kata Kiai Imam Ghazali Said yang juga sering ke Palestina atau ke Yerussalem.
Nah, kalau melihat ini, tegas Kiai Imam Ghazali, berarti Holland Taylor dekat dengan NU bukan karena semangat ideologi keagamaan. “Tapi dia menyebarkan ide-ide (Zionis)-nya itu agar diterima oleh umat Islam,” kata Kiai Imam Ghazali Said.
Kiai Imam Ghazali menyamakan Taylor itu dengan Christian Snock Hurgronje, mata-mata penjajah Belanda yang ditugaskan mencari informasi kelemahan Indonesia.
“Kalau kita mengaca ke Snock Hurgronje, yang sampai mengganti namanya menjadi Abdul Ghofar, sehingga dia bisa masuk Makkah dan bertemu dengan Imam Nawawi Al Bantani,” ujar Kiai Imam Ghazali Said. “Kayaknya posisi ini (Taylor) sama dengan Snock Hurgronje,” tambahnya.
Kiai Imam Ghazali menuturkan bahwa para pemikir umumnya seperti itu. Mereka seolah-olah masuk Islam agar bisa bertemu dengan ulama-ulama Islam, tapi pada sisi lain mereka menjadi spionase alias mata-mata. “Jadi Islam itu sebagai alat saja, bukan tujuan,” katanya.
Holland Taylor masuk Islam dan menikah dengan perempuan Yogyakarta. Pada 2023 Holland Taylor dihajikan oleh Gus Yahya dengan fasilitas undangan Raja Arab Saudi. Saat itu adik Gus Yahya, Yaqut Cholil Qaumas, masih menjabat Menag RI. Gus Yahya mengubah nama Holland Taylor menjadi Muhammad Cholil, dinisbatkan pada ayah Gus Yahya, Cholil Bisri.
“Kalau lihat ini Gus Yahya adalah korban permainan (orang-orang Zionis),” kata Kiai Imam Ghazali.
Menurut dia, dengan mempermainkan Gus Yahya para Zionis bisa memframing bahwa NU membela Zionis.
“Maka dimanfaatkan NU yang sangat besar ini seakan-akan mendukung Zionis,” katanya.
Ia kemudian mencontohkan Forum Agama G20 yang diselenggarakan Gus Yahya pada 2-3 November 22 di Bali. Dalam forum itu berkumpul para pemimpin agama dari berbagai dunia membahas permasalahan global dengan isu kemanusiaan.
Menurut Kiai Imam Ghazali, forum Religion of Twenty (R20) di Bali itu didukung Zionis internasional. Bahkan tokoh agama yang datang disebut banyak yang pro Israel.
“Penghubungnya, diantaranya, Holland Taylor itu. Pendananya Rabithah Alam Islami Makkah,” ungkap Kiai Imam Ghazali Said.
“Kok bisa begitu? Karena orang Arab itu juga takut dengan Zionis,” tambah kiai asal Sampang Madura itu.
Kiai Imam Ghazali juga menyinggung peran Rais ‘Aam Syuriah PBNU KH Miftachul Akhyar. Menurut dia, Kiai Miftah – panggilan KH Miftachul Akhyar – tidak bisa mengendalikan Gus Yahya – terutama dalam infiltrasi Zionis - karena tiga faktor.
“Faktor utama adalah kapasitas. Jadi ke depan, kapasitas Rais ‘Aam itu harus di atas kemampuan (Ketua Umum) Tanfidziah. Kita harus kembali ke tahun 2026. Jadi, keilmuannya, wawasannya, update informasinya, kemudian bagaimana dia menyaring. Jadi bukan hanya alim (ilmu agama),” kata Prof Kiai Imam Ghazali Said.
Yang tak kalah penting, menurut Kiai Imam Ghazali, Rais ‘Aam juga harus paham tentang politik.
“Karena NU itu tak bisa lepas dari permainan politik, baik politik nasional maupun internasional,” katanya.
“Kalau kemampuan Rais ‘Aam berada di bawah kemampuan Tanfidziah ya seperti ini, tidak berani menggunakan otoritasnya,” tambahnya. “Mungkin Rais ‘Aam ini tidak paham geopolitik internasional,” katanya lagi.
Karena itu, menurut dia, Rais ‘Aam PBNU harus punya staf ahli. “Dan staf ahlinya (orang) yang tak bisa dibeli. Kalau staf ahlinya bisa dibeli ya susah,” kata Kiai Imam Ghazali Sadi.
Faktor kedua, tutur Kiai Imam Ghazali Said, Rais ‘Aam tak berani menggunakan hak otoritasnya, bisa jadi karena lemah secara finansial. “Karena kadang secara finansial Rais ‘Aam itu sangat tergantung Tanfidziyah,” ujarnya.
“Ketika secara finansial tergantung pada Tanfidziyah ya tak bisa berbuat apa-apa, hanya jadi pengamat,” ujarnya lagi.
Faktor ketiga, tutur Kiai Imam Ghazali, karena Rais ‘Aam merasa dihormati. “Misalnya Ketua Umum Tanfidziyah selalu cium tangan. Kan ewuh pekewuh. Sehingga ketika terjadi seperti sekarang (ketua umum Tanfidziyah kerasukan pengaruh Zionis) tak bisa berbuat apa-apa,” tegas Kiai Imam Ghazali Said.
Padahal cium tangan itu belum tentu ikhlas.