Bareskrim Polri Bongkar Penjualan Sianida Ilegal di Jatim, Omzet Capai 59 Miliar

Bareskrim Polri Bongkar Penjualan Sianida Ilegal di Jatim, Omzet Capai 59 Miliar

SURABAYA,BANGSAONLINE.com - Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhasil mengungkap praktik perdagangan ilegal bahan kimia berbahaya jenis sianida di dua lokasi di Jawa Timur, yakni di Surabaya dan Pasuruan. 

Pengungkapan ini menjadi sorotan karena melibatkan jumlah besar dan potensi bahaya serius terhadap keselamatan masyarakat.

Dalam konferensi pers yang digelar di lokasi penyimpanan di Jalan Margo Mulia Indah Blok H/9A, Tandes, Surabaya, Kamis (8/5/2025), Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast menjelaskan bahwa sianida merupakan senyawa kimia yang sangat beracun.

"Sianida dapat menyebabkan kematian jika tertelan, terhirup, atau terserap melalui kulit. Karena itu, penggunaannya harus diawasi secara ketat," ujarnya.

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, menyebutkan bahwa kasus ini terungkap setelah pihaknya menerima informasi terkait perdagangan sodium cyanide yang mencurigakan. Penyelidikan mengarah ke sebuah gudang milik PT Sumber Hidup Chemindo (SHC) di Surabaya, tempat ditemukannya ribuan drum sianida.

"Selama proses penggeledahan, kami mendapat informasi bahwa ada 10 kontainer sianida dari Cina yang sedang menuju ke lokasi ini. Karena penggeledahan berlangsung, pengiriman itu dialihkan ke gudang lain di Pasuruan," jelas Brigjen Nunung.

Pengembangan kasus di gudang kedua yang berlokasi di Jalan Gudang Garam, Gempol, Pasuruan, membongkar penyimpanan lanjutan bahan berbahaya tersebut. Dari penyelidikan lanjutan, polisi menetapkan SE, Direktur PT SHC, sebagai tersangka tunggal sementara ini.

Menurut Brigjen Nunung, SE telah menjalankan bisnis impor ilegal sianida selama lebih dari setahun, menggunakan dokumen perusahaan pertambangan emas yang sudah tidak aktif. Total yang telah diimpor mencapai 494,4 ton atau sekitar 9.888 drum sianida.

“Modusnya, tersangka menggunakan nama perusahaan lain dan melepas label pada drum untuk menghindari pelacakan distribusi. Pembelinya diduga berasal dari kalangan penambang emas ilegal di berbagai wilayah Indonesia,” terangnya.

Dari tangan tersangka, polisi menyita berbagai jenis drum sianida, termasuk yang berasal dari Cina dan Korea, baik berlabel resmi maupun tanpa identitas. Total barang bukti mencapai ribuan drum yang disimpan di dua gudang berbeda.

Setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan, akhirnya SE selaku Direktur PT. SHC ditetapkan sebagai tersangka kasus impor bahan kimia berbahaya jenis sianida.

"Untuk tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan saksi dan barang bukti, sementara ini baru satu tersangka dengan inisial SE selaku direktur PT. SHC," tegasnya.

Sementara itu, Direktur Tertib Niaga Kemendag, Mario Josko, menegaskan bahwa pendistribusian sianida diatur secara ketat dan hanya boleh diimpor oleh dua BUMN, yakni PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dan PT Sarinah.

"Penyalahgunaan seperti ini sangat membahayakan. Kami mendukung penuh langkah Bareskrim dalam penegakan hukum," tegasnya.

Akibat perbuatannya, SE dijerat dengan Pasal 24 ayat (1) junto Pasal 106 UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman 4 tahun penjara atau denda Rp 10 miliar, serta Pasal 8 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara atau denda Rp 2 miliar.

Dari hasil perdagangan ilegal ini, polisi mencatat omzet mencapai Rp 59 miliar dalam kurun waktu satu tahun, menjadikannya salah satu pengungkapan terbesar dalam kasus penyelundupan bahan kimia berbahaya di Indonesia. (ald/van)