
“Modusnya, tersangka menggunakan nama perusahaan lain dan melepas label pada drum untuk menghindari pelacakan distribusi. Pembelinya diduga berasal dari kalangan penambang emas ilegal di berbagai wilayah Indonesia,” terangnya.
Dari tangan tersangka, polisi menyita berbagai jenis drum sianida, termasuk yang berasal dari Cina dan Korea, baik berlabel resmi maupun tanpa identitas. Total barang bukti mencapai ribuan drum yang disimpan di dua gudang berbeda.
Setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan, akhirnya SE selaku Direktur PT. SHC ditetapkan sebagai tersangka kasus impor bahan kimia berbahaya jenis sianida.
"Untuk tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan saksi dan barang bukti, sementara ini baru satu tersangka dengan inisial SE selaku direktur PT. SHC," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Tertib Niaga Kemendag, Mario Josko, menegaskan bahwa pendistribusian sianida diatur secara ketat dan hanya boleh diimpor oleh dua BUMN, yakni PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dan PT Sarinah.
"Penyalahgunaan seperti ini sangat membahayakan. Kami mendukung penuh langkah Bareskrim dalam penegakan hukum," tegasnya.
Akibat perbuatannya, SE dijerat dengan Pasal 24 ayat (1) junto Pasal 106 UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman 4 tahun penjara atau denda Rp 10 miliar, serta Pasal 8 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara atau denda Rp 2 miliar.
Dari hasil perdagangan ilegal ini, polisi mencatat omzet mencapai Rp 59 miliar dalam kurun waktu satu tahun, menjadikannya salah satu pengungkapan terbesar dalam kasus penyelundupan bahan kimia berbahaya di Indonesia. (ald/van)