Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, dalam acara Seminar Nasional Guru Madrasah Indonesia di Auditorium Harun Nasution Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Selasa (16/12/2025). Foto: MMA/bangsaonline.
JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Kehadiran Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, dalam acara Seminar Nasional Guru Madrasah Indonesia di Auditorium Harun Nasution Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mendapat perhatian besar ribuan peserta. Acara yang digelar Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI) Raya pada Selasa (16/12/2025) itu memang diikuti ribuan guru dari berbagai daerah, termasuk guru madrasah luar Jawa.
Pantauan BANGSAONLINE, banyak peserta terpaksa lesehan di lantai karena tak mendapat kursi. Padahal auditorium itu sangat luas.
“Pak Kiai Asep Saifuddin ini baru mendapat bintang mahaputra. Beliau juga keturunan pahlawan nasional, KH Abdul Chalim,” kata Ketua Umum DPP PGMI Raya Drs H. Syamsuddin, MPd, saat menyampaikan sambutan.
Menurut Pak Syam – panggilan Syamsuddin – Kiai Asep adalah sosok kiai yang sukses memimpin pondok pesantren sekaligus sukses mencetak santri berprestasi, baik secara nasional maupun internasional.
Pak Syam juga mengatakan bahwa Kiai Asep adalah ulama kaya.
“Tapi pendampingnya hanya satu,” kata Pak Syam yang langsung disambut tawa dan tepuk tangan ribuan peserta.
“Pak Kiai Asep Saifuddin ini Ketua Dewan Pembina PGMI Raya,” kata Pak Syam lagi. Ribuan peserta kembali bergemuruh.
Kiai Asep sendiri lebih banyak menyampaikan pengalaman pribadinya dalam seminar tersebut. Kiai Asep menegaskan bahwa kunci utama sukses seorang murid adalah mengerti apa yang ia pelajari. Menurut dia, jika murid mengerti, maka ia akan semakin bersemangat untuk belajar.
“Murid itu sama dengan anak cari ikan di kali (sungai). Berendam lama di kali pun senang, jika selalu mendapat ikan,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu.
“Al-ilmu huwal fahmu. Ilmu itu paham atau mengerti,” tegas Kiai Asep.
Karena itu, kata Kiai Asep, seorang guru harus bisa menstrasfer ilmu kepada murid secara baik dan tampa terkecuali. Jadi semua murid harus paham dan mengerti. Bukan hanya beberapa murid yang mengerti, sementara yang lain dibiarkan tidak mengerti.
“Jadi kami punya konsep anak yang tidak mengeri bisa jadi mengerti,” ujar kiai miliarder tapi dermawan itu sembari mengatakan bahwa seorang guru harus terus meningkatkan kompetensinya.
Menurut Kiai Asep, seorang guru juga harus menjadi teladan moral bagi para muridnya.
“Guru juga harus memandang muridnya sebagai anak kandung sendiri,” tegasnya sembari mengutip Hadits bahwa Nabi Muhammad memandang para sahabat seperti anak kandung sendiri.
Selain itu, menurut Kiai Asep, seorang guru harus selalu mendoakan muridnya. Dan inilah yang sulit ditemukan di sekolah-sekolah negeri.
“Guru beda dengan dukun,” kata Kiai Asep.
Menurut Kiai Asep, guru yang mendoakan muridnya otomatis akanmendokan anak-anaknya sendiri. Karena dalam tatakrama berdoa, seseorang harus mendoakan dirinya sendiri terlebih dulu, setelah itu mendoakan anak atau keluarga dan baru murid atau orang lain.
Seorang guru, tutur Kiai Asep, juga harus mengkondisikan murid-muridnya ke dalam tujuh kunci.
Tujuh kunci itu adalah al-jiddu wal muwazhabah, yaitu berkesungguhan dan ajeg dalam berkesungguhan. Berkesungguhan dan terus berkesungguhan.
Kedua, taqlilul ghidza. Yaitu menyedikitkan makan. Menurut Kiai Asep, murid harus dibiasakan jangan banyak makan. Artinya, makan tidak boleh sampai kekenyangan. Sebab menurut ilmu kedokteran, kenyang itu datang 10 menit setelah makan.
"Kenyang itu menghilangkan kecerdasan," ujar Kiai Asep.
Ketiga, mudawamatul wudlu'. Artinya, murid harus selalu mempunyai wudhu. Begitu juga gurunya, harus punya wudhu.
Menurut Kiai Asep, ilmu itu cahaya. Begitu juga wudlu, juga Cahaya.
“Cahaya kalau bertemu cahaya langsung bersenyawa,” kata Kiai Asep.
Keempat, tarkul ma'aashi. Maksudnya, seorang muri tidak boleh bermaksiat. "Di dalam Al-Quran disebutkan ‘dosa itu membebani dirimu’.
Ketika seorang murid membawa pelajaran dari gurunya, membawa beban dipundaknya, secerdas apapun tidak akan mengerti dengan pelajaran yang dipelajarinya.”
Kelima, qira'atul Quran binazhran, atau membaca Al Quran dengan dilihat Al-Qurannya.
"Ketika kita membaca Al-Quran dengan melihat huruf-hurufnya, kita akan dipaksa untuk berkonsentrasi. Berkonsentrasi itu latihan kecerdasan."
Keenam, melaksanakan shalat malam. Menurut Kiai Asep, shalat malam adalah kendaraan untuk keberhasilan cita-cita.
Ketujuh, tidak boleh jajan di luar atau pasar.
"Jajan di luar di tempat terbuka, banyak orang yang melihatnya, tapi tak semua orang punya uang,” kata Kiai Asep. Ketika orang yang tak punya uang itu menyaksikan dan mereka kepingin, maka keberkahan makanan itu menjadi hilang.
Kiai Asep juga menceritakan pesantren yang ia dirikan. Menurut dia, ia mendirikan pesantren dengan cita-cita besar. Yaitu untuk mencetak ulama besar, pemimpin besar, konglomerat besar dan professional dan bertanggungjawab.
Ia mendirikan Pesantren Amanatul Ummah pada 2006. Menurut dia, dalam jangka waktu 9 tahun Pesantren Amanatul Ummah sudah mendapat banyak penghargaan. Bahkan pada tahun 2025 ini sebanyak 1.269 santri Amanatul Ummah diterima di berbagai perguruan tinggi negeri dan luar negeri.
“Jumlah muridnya berapa. Ya, segitu itu. Jadi 100 persen diterima di perguruan tinggi negeri dan luar negeri,” ujar Kiai Asep.





