Tradisi Kupatan, Sejarah, dan Asal Usulnya

Tradisi Kupatan, Sejarah, dan Asal Usulnya Abdullah, salah satu pedagang ketupat di Pasar Gurah saat melayani pembeli. foto: MUJI HARJITA/ BANGSAONLINE

Menurut H. J. de Graaf, dalam bukunya Malay Annal, ketupat adalah simbol perayaan hari raya Islam pada masa Kesultanan Demak awal abad ke-15, yang saat itu dipimpin oleh Raden Patah.

Kesultanan Demak membangun kekuatan politiknya sembari menyiarkan agama Islam dengan dukungan Walisongo, salah satu di antaranya adalah Sunan Kalijaga.

Graaf menduga kulit ketupat yang terbuat dari janur kelapa yang telah dibuang lidinya itu menunjukkan identitas pesisir yang dipenuhi banyak pohon kelapa.

Kupatan sendiri merupakan salah satu tradisi masyarakat muslim Jawa yang masih dilestarikan sampai sekarang. Umumnya, kupatan hanya dirayakan oleh masyarakat secara individual.

Menurut Clifford Geertz, kupatan adalah tradisi selametan kecil yang dilaksanakan pada hari ketujuh bulan syawal. Secara filosofi, janur kuning yang dibuat untuk membungkus kupat menurut orang Jawa diyakini bisa menolak bala (nasib buruk). Oleh karena itu, tidak heran ketupat selalu hadir di beragam upacara adat.

Janur merupakan kependekan dari ‘Jatinining nur’ yang memiliki makna memiliki cita-cita untuk menggapai cahaya ilahi dengan hati yang bersih. Untuk itu, agar bisa mencapainya, seseorang harus selalu ingat pada Tuhan, berzikir, dan beramal saleh.

Dalam Kamus Pepak Basa Jawa, Slamet Mulyono menuliskan bahwa kata “Ketupat” berasal dari kata “Kupat”. Kupat merupakan parafrase dari “Ngaku Lepat” dan “Laku Papat”. (uji/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Jelang Lebaran, Pemkab Nganjuk Gelar Gerakan Pangan Murah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO