Pemberlakuan Hukuman Mati untuk Kasus Korupsi Masih Sangat Prematur

Pemberlakuan Hukuman Mati untuk Kasus Korupsi Masih Sangat Prematur Hadi Mulyo Utomo, S.H., M.H., Advokat Anggota Peradi Surabaya.

"Ibaratnya, menyapu lantai kotor tidak bisa dilakukan dengan sapu yang kotor. Karena itu, harus dipastikan sapunya bersih dulu. Baru digunakan menyapu lantai," urai Wakil Ketua PW Pencak Silat NU (PSNU) Pagar Nusa Jatim ini.

Penasihat hukum Khofifah Indar Parawansa ini mengutip pendapat hukum Lord Acton yang berbunyi power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely. Artinya, kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan mutlak menghasilkan korup yang mutlak.

Karena itu, kekuasaan penegak hukum harus dibatasi, caranya dengan memperketat pengawasan. Hadi juga mendorong Presiden menambah power terhadap lembaga pengawasan eksternal, seperti Kompolnas, Komjak, dan KY.

"Presiden sebaiknya menambah power terhadap Komjak, KY, maupun Kompolnas. Dengan begitu penegak hukum akan berpikir dua kali bila ingin melakukan penyelewengan kekuasaan," tandas mantan staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya) tersebut.

Untuk diketahui, wacana pemberlakuan hukuman mati berawal dari peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Harkodia) di SMK Negeri 57 Jakarta. Saat itu, seorang siswa bernama Harley bertanya kepada Presiden kenapa penegakan hukum di Indonesia tidak tegas terhadap kasus korupsi. Harley berharap bisa dihukum mati seperti yang diberlakukan di negara lain. (mdr/ian)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Resmi Dipecat! Novel Baswedan dkk Letakkan Kartu Identitas KPK':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO