Air Mata (Dalam Kasih Sayang dan Kelembutan)

Air Mata (Dalam Kasih Sayang dan Kelembutan) Nampak Ning Ita Wali Kota Mojokerto menyapa warga kota dengan penuh kekeluargaan.

Oleh : CHOIRUL ANWAR*

Udara terasa panas sekali, redup sinar mentari yang terhijab awan tipis tak mengantar sang bayu membelai pori-pori kulitku. Keringat pun mulai membasahi tubuhku mengalir dalam lekukan kulit hingga menetes di atas kerah baju putih lengan panjang yang kupakai.

Kuambil lipatan sapu tangan warna merah hati yang ada dalam saku celanaku. Kutempelkan di ujung dahi kiri, lalu kutarik hingga mengusap rata mengeringkan seluruh bagian wajahku.

Sementara tekanan kuat hawa panas terus mengalirkan air dari dalam lubang lembut kulit dada dan punggungku, hingga manik-maniknya menyimbah melusuhkan bajuku, meski sudah tertahan kaos dalamku.

Namun tetap saja udara terik tak menurunkan derajatnya. Daun-daun pun tetap diam tak berlenggang. Kulihat mendung putih juga tak mau manyibakkan dirinya. Ia terus mengiring sang surya merangkak hingga jauh di atas galah.

Aku tetap setia menunggu beserta penggawa yang sudah lebih dulu mengawal kehadiran Ning Ita. Yah, Ning Ita, panggilan lekat orang nomor wahid di Kota Mojokerto. Maklum, ini merupakan bagian dari tugas-tugasku.

Tetapi jujur kukatakan, bahwa semangatku bukan karena tugasku. Tetapi semangatku karena kehadiran Ning Ita di sebuah sudut kampung itu, tak lain adalah bentuk kepedulian sosial terhadap mbah - mbah yang berusia udzur penghuni rumah peduli lansia Tribuwana Tungga Dewi, yang terletak di lingkungan Balongrawe, Kelurahan Kedundung, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto.

Rata-rata usia mereka antara 70 hingga 80 tahun. Nampak sekali senja telah telah melekati keriput kulitnya, menjadi garis-garis tak beraturan yang semakin tajam menghias wajahnya. Sesekali kala tersenyum, terlihat gigi yang semakin ompong. Pun juga warna putih telah memoles seluruh helai rambutnya.

Tak bisa dipungkiri jika perjalanan matahari itu lebih dekat ketepian garis rebah di ufuk barat, daripada jarak saat ia menapakkan diri kala fajar menyingsing meninggalkannya.

Tetapi tak ada pilihan lain bagi eyang- eyang putri itu, kecuali harus menghuni rumah yang dikelola oleh Dinas Sosial Kota Mojokerto. Pasalnya rata-rata mereka sudah tak punya lagi sanak keluarga.

Di rumah di bawah tanggung jawab dokter Mujiwati ini, mereka dicukupi kebutuhannya. Termasuk fasilitas tempat tidur yang layak. Kebutuhan akan makan minum yang memenuhi standart gizi. Juga tenaga yang siap melayani dan merawat kesehatannya.

Sebanyak 14 mbah putri telah duduk berjejer menyamping di atas kursi lipat di ruang lobi. Udara di ruangan itu tak sepanas di luar. Di sudut depan terdapat fan yang dinyalakan dengan kecepatan low dengan tombol swing yang terus bergerak. Maklum karena harus menjaga kesehatan yang rentan masuk angin di usia lanjut.

Sejak tadi mereka dipersiapkan menunggu kehadiran Ning Ita. Tak kurang dari satu jam mereka menunggu di ruang itu.

Di luar rumah lansia, cuaca tetap tak mau berkompromi bahkan terasa semakin panas. Kulihat redup bayang-bayang tubuhku yang terhalang awan tipis semakin memendek seiring perjalanan matahari yang tak lama lagi sampai pada posisi tegak lurus pada garis vertikal.

Tiba-tiba dari kejauhan terdengar pelan suara sirine mobil patwal, suara itu makin keras, dan makin dekat. Ternyata benar, tak lama para penggawa Satpol PP terlihat berlari dari tempat duduk semula. Ia berdua berdiri tegak tepat di depan gapura pagar rumah yang berada di sudut selatan balongrawe itu. Sedan jenis toyota dengan plat merah S 1 SP itu membuntututi mobil patwal. Mobil itu berhenti tepat di depan gapura.

Wajah-wajah renta yang semula nampak sedikit resah karena jenuh menunggu, kini spontan berubah sumringah. Ompong lesung pipitnya pun mengerut mengikuti senyum hangat menyambut kehadiran Ning Ita.

"Assalamualaikum," ucap Ning Ita menghampiri mereka. Kontan suasana menjadi lebih hidup dari sebelumnya. Akrab dan penuh kekeluargaan.

Satu per satu ditanya seputar identitas. Diawali dari ujung paling selatan terus bergerak hingga empat belas wanita jompo yang berasal dari wilayah Kota Mojokerto itu tak satupun ada yang tertinggal.

Ada adegan yang menarik dari peristiwa itu. Ketika tiba, giliran penghuni rumah lansia yang duduk paling tengah di antara deretan teman-temannya.

Wanita yang mengenakan baju motif batik lengan panjang dengan kombinasi warna krem, hitam dan merah maron itu mengangkat siku lengan kanannya yang sejak semula ditimpakan di atas tongkat alumini yang selalu menemani. Di angkatnya. Ia berjabatan tangan saat Ning Ita menghampirinya.

Lihat juga video 'Pastikan Harga Stabil Jelang Idul Adha, Wali Kota Mojokerto Sidak Pasar Hewan dan Bahan Pangan':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO