Sumamburat: Sampar Korupsi

Sumamburat: Sampar Korupsi Suparto Wijoyo.

Begitu banyak institusi pemerintahan yang terserang “sampar korupsi”. Buktinya kasus korupsi telah mendera di banyak daerah, juga kantor-kantor negara seperti BPK, DPR(D), kepala dinas, kejaksaan, kepolisian, kehakiman, dan BPN. Semua telah membentuk formasi sambung-menyambung menjadi satu untaian “sampar korupsi” yang melibatkan pemegang otoritas yuridis. Rakyat tertegun dalam kegemparan yang menestapakan jiwa. Batin umat terperangah tanpa mampu beranjak. Pun semua menyaksikan bahwa aktor korupsi mayoritas berkedudukan “terhormat”, status sosial bergengsi, dan rata-rata mengenyam pendidikan tinggi, lantas terpelanting akibat lemahnya integritas diri.

Rasa geram sebagai warga negara atas pengentitan uang negara yang bersarang dalam gedung-gedung kedaulatan, sejatinya menyembulkan kekesalan paripurna. Korupsi pada setiap segmennya, benar-benar mengancam daya tahan negara secara terencana dan menjadikan demokrasi terinjak dalam balutan arogansi nan serakah. OTT yang dilakukan KPK memberikan pelajaran besar kepada bangsa ini untuk melawan budaya korupsi. KPK telah menjalankan peran selaksa selongsong peluru yang dalam bayangan puitis Wiji Tukul (2004) terekam pada ungkapan: Aku Ingin Jadi Peluru. KPK dapat menjadi peluru pembunuh korupsi.

Sadarilah bahwa di negeri ini sudah ada “paugeran berkuasa” anti korupsi. Pejabat negara yang bernorma dasar Pancasila tidaklah pantas dipameri tingkah pola korupsi. Dalam Tap MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa telah diamanatkan kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Betapa “sucinya” orientasi kolektif bernegara tersebut. Apabila sekarang, korupsi tengah menjadi sampar, maka KPK wajib bergerak “membredel” tindakan rasuah. Bagi mereka yang hendak menempuh jalan korupsi, sudilah membaca renungan yang dituliskan dalam Hikayat Arabia Abad Pertengahan (Tales of The Marverios) yang serupa legenda 1001 Malam (The Arabian Nights) seperti diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Inggris oleh Malcolm C. Lyons (2014):

“Pada mayat yang terbungkus, tergantung tablet dengan tulisan: Akulah Syaddad yang Agung. Aku menaklukkan seribu kota; seribu gajah putih dikumpulkan untukku; aku hidup selama seribu tahun dan kerajaanku menjangkau timur dan barat. Tetapi ketika kematian datang kepadaku, tak satu pun dari semua yang aku kumpulkan berfaedah bagiku. Engkau yang menyaksikanku dapat mengambil pelajaran: waktu tak bisa dipercaya”.

Rute terakhir armada kehidupan manusia menuju kematian, antara penempuh jalur korupsi dan yang mengabdi, pastilah bersimpang jalan. Korupsi, sekali lagi amat membahayakan dan mampu membuyarkan karakter bangsa. Untuk itulah sebagai tanda pengingat, kita semua para pembaca Sumamburat, saya catatkan ulang puisi Wiji Tukul tahun 1989, Tentang Sebuah Gerakan: “… aku berpikir tentang gerakan/tapi mana mungkin/kalau diam?

*Penulis merupakan Kolomnis adalah Akademisi Fakultas Hukum, dan Koordinator Magister Sains Hukum & Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO