Tax Amnesty Meneror Rakyat Kecil, Mahfud MD: Rakyat Jangan Dikejar-kejar

Tax Amnesty Meneror Rakyat Kecil, Mahfud MD: Rakyat Jangan Dikejar-kejar Presiden Joko Widodo saat menghadiri Indonesia Fintech Festival and Conference di ICE, Serpong, Tangerang, Selasa (30/8).

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Kebijakan atau pengampunan pajak dinilai telah melenceng dari tujuan memulangkan duit orang-orang kaya Indonesia yang disimpan di luar negeri. Bahkan menjadi alat negara untuk menakut-nakuti masyarakat layaknya kamtib di zaman orde baru.

Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean dalam keterangan tertulis yang diterima jurnas.com, Selasa (30/8). Mimpi-mimpi indah dan jargon heroik yang dulu disampaikan pemerintah ternyata hanya bualan kosong.

"Janji bahwa dari kebijakan akan menarik dana Rp 4000 triliun yang diparkir di luar negeri kini berubah jadi mimpi buruk bagi rakyat. Sama sekali bukan mimpi buruk bagi negara tax heaven seperti Singapore," ujarnya, Selasa (30/8).

Ferdinand juga menagih janji pemerintah yang sebelumnya merasa akan mampu menarik uang parkir di luar. Apalagi Presiden Jokowi dalam beberapa kali pidatonya mengaku sudah mengantongi nama, alamat, dan tempat penyimpanan dana di luar.

"Dulu Presiden seperti mengancam dan menakut-nakuti secara halus para pemilik uang yang disimpan di luar negeri. Tapi sekarang malah menyasar rakyat yang sedang kesulitan untuk sekadar bertahan di tengah kesulitan ekonomi," imbuh Ferdinand.

Menurut Ferdinand, pemerintah melakukan teror psikologis pada rakyatnya yang memiliki aset, sehingga rakyat menjadi resah takut dituduh macam-macam.

"Aset yang dengan susah payah didapat rakyat melalui proses kehidupan yang tidak mudah, kini pemerintah meminta bagian dari aset tersebut atas nama . Ini kejahatan oleh rejim kepada rakyat," tandasnya.

Dijelaskan Ferdinand, selama ini rakyat sudah membayar pajak saat membeli aset (rumah, tanah, kendaraan dll) serta membayar kewajiban pajak tahunan atas aset tersebut. Namun sekarang mereka kembali dimintai pajak preman andai aset tersebut belum dilaporkan dalam SPT tahunan.

"Memangnya semua orang punya NPWP? bukankah PBB tanah dan rumah, PKB kendaraan serta pajak-pajak lain itu adalah bentuk pelaporan harta kepada negara. Mengapa sekarang jadi masalah dan dengan akal-akalan seolah rakyat yang menyembunyikan asetnya. Ini jelas menjadi teror buat rakyat," tuntas Ferdinand.

Hal serupa diungkapkan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Dia mendukung upaya Pengurus Pusat Muhammdiyah menggugat Undang-Undang Tax Amnesty atau pengampunan pajak ke Mahkamah Konstitusi.

"Saya dukung Muhammadiyah. Saya juga sudah diajak beberapa institusi, tapi saya hanya akan memberi masukan dari luar, enggak ikut menggungat, tidak etis. Saya kan mantan ketua MK, walau secara hukum boleh," ujar Mahfud di Kepatihan, Yogyakarta, Selasa (30/8).

Tujuan awal pengampunan pajak sudah melenceng dari tujuan awal, yaitu menarik dana repatriasi di luar negeri. Karena nyatanya semua warga termasuk rakyat kecil dikejar juga.

Dalam pembahasan awal pemerintah mengatakan pengampunan pajak akan mampu menarik dana dari luar negeri dengan jumlah Rp 100 triliun lebih, dan pengampunan pajak hak bagi warga negara.

"Sekarang kok dalam praktiknya menjadi kewajiban, pemerintah harus meluruskan ini. Tax amnesty bagi rakyat yang tidak punya uang di luar negeri itu hak, bukan kewajiban. Berbeda jadinya kalau kewajiban dikejar-kejar bahkan dikorek-korek kesalahannya," terang Mahfud.

Kalau akhirnya program ini tidak mencapai target yang dicanangkan di awal tidak akan menjadi masalah, asal tidak kemudian mengorbankan rakyat yang bukan kewajibannya.

"Itu target Rp 165 trilliun dalam sembilan bulan, berarti tiap bulan rata-rata Rp 7 trilliun, dalam kebiasaan dua bulan pertama 30 persen itu kira-kira Rp 40 triliun, nah ini baru Rp 2 triliun per hari ini," sambung dia.

Sumber: rakyatmerdekaonline/merdeka.com/kompas.com

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO