SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Surabaya menggelar sidang lanjutan perkara korupsi pemotongan insentif pajak pegawai di BPPKAD Gresik dengan terdakwa Sekda Gresik (nonaktif), Andhy Hendro Wijaya, Senin (9/3).
Sedang dipimpin Hakim Ketua I Wayan Sosiawan dengan agenda pembelaan (pledoi) dari kuasa hukum Terdakwa Andhy Hendro Wijaya, Hariyadi, S.H.
BACA JUGA:
- Dianggap Langgar SE Kemendagri, Pemkab Gresik Tunggu Keputusan soal Keabsahan Mutasi 147 Pejabat
- Sekda Gresik Pastikan THR ASN Pemkab Dibayarkan Sesuai Ketentuan Pemerintah Pusat
- Andhy Hendro Kembali Jabat Kepala BPPKAD Gresik
- Tagihan Petrokimia dan Masphion Belum Masuk, Tunda Bayar APBD 2023 Capai Rp360 Miliar
Dalam pembelaannya, Hariyadi menyikapi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Gresik terhadap kliennya, 7 tahun penjara karena dinilai terbukti melanggar dakwaan kedua, yakni Pasal 12 huruf f Jis, Pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dirubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jis, Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jis, Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Menurut Hariyadi, bahwa pasal 12 huruf f yang dibuktikan oleh jaksa itu mengada-ngada dan tidak memiliki dasar hukum. Alasannya, pada perkara ini, pemotongan jasa insentif dari BPPKAD berlangsung lama dan tidak ada paksaan.
"Semua pegawai BPPKAD ketika dipotong per triwulan sekali untuk kebutuhan internal kantor, tidak ada unsur paksaan. Mereka sukarela dipotong dan itu sudah berjalan lama sejak BPPKAD dipegang oleh Bu Yetty (Yetty Sri Suparyati)," ungkap Hariyadi.
Dalam pledoinya, Hariyadi juga mengutip keterangan saksi ahli hukum administrasi negara, Dr. Emanuel Sujatmoko dan ahli hukum Dr. Bambang Seheryadi yang menyatakan bahwa uang itu dianggap sah dan tidak sah tergantung cara memperolehnya.