Harga dan Suara

Harga dan Suara Ismangil.

Oleh: Ismangil

Pemilihan Umum adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila danUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UU No 7/2017 Ps1 (1)).

Kedaulatan adalah suatu hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah pemerintah, masyarakat, atau atas diri sendiri. Hak eksklusif adalah hak yang dipergunakan untuk pemegangnya. Jadi dengan kata lain, bahwa pemilu merupakan kehendak rakyat dalam memilih sesuai dengan pengertian di atas. Pilihan atau suara rakyat bukan barang dagangan yang bisa diperjual belikan dalam memilih. Kalau suara diperjual belikan itu menunjukan bahwa jabatan bisa diperjual belikan.

Kalau kita melihat situasi dan kondisi yang terjadi di masyarakat, bahwa pesta demokrasi merupakan pesta rakyat yang penuh dengan jual beli suara. Di mana masing-masing caleg dengan bangganya membeli suara untuk memilih dirinya. Mereka tidak menyadari kalau apa yang dilakukan itu melanggar hukum sebagaimana dalam pasal 187A UU No 10/2016.

Pasal itu berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu, sehingga suara tidak sah memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan atau paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (Dua ratus Juta Rupiah) atau paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu Miliar Rupiah).

Pada pasal 73 disebutkan bahwa calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih. Jadi pada dasarnya jual beli dalam pemilihan maupun pemilu jelas, bukan ciri dari masyarakat yang demokrasi pancasila. Jual beli dalam pemilihan ataupun pemilu tidak mendidik masyarakat Indonesia dalam menentukan pilihanya. Sedangkan pemilu merupakan hak dari masyarakat yang sudah punya hak pilih untuk menentukan pilihanya.

Sedangkan caleg mempunyai kewajiban untuk kampanye kepada warga agar mengetahui visi dan misi yang disusun berdasarkan rencana jangka panjang. Karena kampanye sendiri dilaksanakan sebagai wujud dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab. Baik yang dilaksanakan oleh partai politik maupin pasangan calon.

Dengan begitu, sebagiaawarga Indonesia setidaknya menyadari dan mengetahui tentang tahapan dari pemilu, sehingga mengetahui kapan saat rekapitulasi pemilih kapan saat pendaftaran, kapan saat kampanye, kapan saat hari tenang, dan kapan saat pemungutan suara. Tahapan demi tahapan disusun KPU dan disosialisakan kepada masyarakat melaluai berbagai cara agar masyarakat mengetahui tahapan tersebut. Dengan mengetahui tahapan, masyarakat tidak mudah dipengaruhi oleh oknum tertentu yang akan merusak masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya.

Jual beli bukan jalan untuk mendidik masyarakat dalam berdemokrasi. Namun dengan kampanye menyampaikan tentang visi misi dan program jangka pendek maupun jangka panjang, adalah cara yang mendidik masyarakat akan masa depan yang demokrasi yang bisa menggunakan suaranya dalam memilih baik Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara Langsung Umum Bebas Rahasia Jujur dan Adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO