SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Secara geografis, Jawa Timur merupakan provinsi yang rawan terhadap bencana alam. Bahkan 60 persen wilayah provinsi paling Timur pulau Jawa ini masuk dalam daerah rawan bencana. Sementara 35 persennya masuk kategori rawan bencana tinggi.
Melihat fakta itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa ingin memastikan bahwa Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur memiliki sistem penanggulangan bencana yang komprehensif. Mulai peringatan dini bencana, respons penanggulangan bencana, sampai penanganan pasca bencana.
BACA JUGA:
- Di Sidang Paripurna Raperda RUED, Pj Gubernur Jatim Sebut Potensi EBT Capai 188.410 MW
- Stop Buang Air Besar Sembarangan, Pj Gubernur Jatim Ajak 8 Daerah Teken Komitmen Bersama
- 24.423 Siswa Lolos Masuk PTN Jalur SNPB 2024, Pj Gubernur Jatim: Terbanyak Nasional 5 Tahun Beruntun
- Gelar Bazar Ramadan, Pj Gubernur Jatim: Jadi Sabuk Pengaman dan Upaya Stabilkan Harga Bahan Pokok
Oleh sebab itu, Khofifah ingin ada sistem early warning system yang tepat di Jawa Timur. Terutama berbasis digital.
"Tadi saat saya di Pusdalop BPBD, saya rasa banyak yang harus diupdate dan di-upgrade secara digital. Saya saat di Mensos banyak koordinasi dengan BNPB dengan segala kecanggihan alat di sana, saya harap di Jawa Timur nggak jauh-jauh dari itu," tutur Khofifah, Selasa (5/3).
Khofifah mengaku ingin bisa memantau keadaan yang realtime di kawasan yang sedang waspada Bencana. Misalnya saat ini di Jawa Timur yang status waspada adalah Bojonegoro, maka deteksi realtimenya harus jalan berapa ketinggian sungai Bengawan Solo.
"Kita ingin segera ada koordinasi dengan provider di Indonesia, masyarakat di sekitar wilayah rawan bencana bisa terupdate kondisi di sekitarnya. Misalnya mereka di sekitar Bengawan Solo dapat konfirmasi ketinggian air Bengawan Solo sekarang berapa dan potensi meluber di mana," kata Khofifah.