Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
Tsumma awhaynaa ilayka ani ittabi’ millata ibraahiima haniifan wamaa kaana mina almusyrikiina (123).
BACA JUGA:
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun
- Tafsir Al-Anbiya 48-50: Fir'aun Ngaku Tuhan, Tapi Tak Mampu Melawan Ajalnya Sendiri
- Tafsir Al-Anbiya' 41-43: Arnoud Van Doorn, Petinggi Partai Anti-Islam yang Justru Mualaf
Suatu hari, di tengah kerumunan para sahabat, nabi Muhammad SAW bertutur soal kondisi umat islam akhir zaman. Singkat kisah, umatku nanti dikepung oleh musuh-musuh dari berbagai sisi, bagai hidangan yang siap disantap oleh orang-orang lahap yang mengitarinya.
Para sahabat pada merunduk sedih, lalu sebagian ada yang menanyakan: "..am min qillah nahnu ya Rasulallah?" Apa karena jumlah kami sangat minoritas?
Rasul: "Oh tidak, jumlah kalian banyak sekali, kalian mayoritas. Tapi rapuh seperti buih di atas air sesuai kemauan air. "ghutsa' ka ghutsa' al-sail".
Dialog berlanjut hingga pembahasan soal penyebab utamanya, mengapa umat islam yang mayoritas di negeri sendiri menjadi begitu rapuh dan dikuasai oleh minoritas.