Moving Rig Dihadang Warga Desa Ngampel, JOB P-PEJ Klaim Rugi Ratusan Juta

Moving Rig Dihadang Warga Desa Ngampel, JOB P-PEJ Klaim Rugi Ratusan Juta Para pekerja sedang memasang alat untuk pembersihan tapak sumur di Pad B, JOB PPEJ, Bojonegoro.

BOJONEGORO, BANGSAONLINE.com - Field Administrations Superintendent, Joint Operating Body Pertamina Petrochina East Java (JOB PPEJ), Akbar Pradima mengatakan kas keuangan negara terancam hilang karena potensi peningkatan produksi minyak dan gas bumi (migas) dari salah satu operator di Bojonegoro dihadang warga.

Warga menghadang aktivitas moving rig JOB P-PEJ untuk menagih dana tali asih. Moving rig merupakan pembersihan tapak sumur, sehingga setelah dibersihkan sumur dapat kembali mengeluarkan minyak secara lancar.

Namun, aktivitas di Lapangan Migas Sukowati Pad B tersebut terhambat karena sejumlah warga sekitar Desa Ngampel, Kecamatan Kapas, Bojonegoro melakukan penghadangan terhadap aktivitas proyek negara itu.

Warga menghadang moving rig tersebut lantaran dana tali asih yang sebelumnya disepakati tak kunjung dicairkan oleh pihak JOB P-PEJ.

Pudjianto, Kepala Desa Ngampel, mengatakan bahwa program tali asih itu sudah disepakati sejak 22 November 2013 silam. Bahkan, kesepakatan itu juga diketahui Kapolres Bojonegoro saat itu, yakni AKBP Ady Wibowo. 

Pudjianto pun menuding JOB P-PEJ mengingkari kesepakatan. Ia menganggap alasan JOB P-PEJ belum mencairkan dana tali asih karena belum adanya data tagihan hanyalah mengada-ada. 

"Itu kan hanya alasan, intinya kami minta segera dibayar program tali asih tersebut," tegas Pudjianto.

Sementara data terakhir Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, jumlah produksi minyak bumi nasional sekitar 830 ribu barel per hari pada kuartal pertama, Januari - Maret 2016. Sedangkan kebutuhan minyak bumi nasional mencapai mencapai 1,25 juta barel per hari (bph). Sehingga negara masih memiliki defisit minyak dan gas bumi (migas).

Menurut Akbar, jika kegiatan moving rig tidak diizinkan, maka artinya negara akan kehilangan kesempatan untuk meningkatkan produksi minyak nasional dan berdampak pada penerimaan negara APBN. "Karena produksinya akan terhambat," katanya, Senin (22/8).

Kerugian itu timbul dari sewa rig dan pekerjaan produksi. Menurut Akbar, potensi kerugian negara untuk sewa rig per hari di luar manpower (sumber daya manusia/tenaga kerja) dan fuel estimasi berkisar antara Rp 70 juta hingga Rp 80 juta.

"Itu belum kerugian di luar tenaga kerja dan fuel estimasi yang harusnya bisa diproduksi," jelasnya.

Sedangkan, lanjut Akbar, meskipun pekerjaan produksi masih normal, namun pekerjaan well service/workover tidak bisa optimal. Pihak operator kini terus melakukan perawatan terhadap sejumlah sumur minyak yang masih memiliki potensi kandungan minyak untuk menjaga produksi dalam posisi menguntungkan.

"Perbandingan pekerjaan service sumur yang lalu bisa menambah produksi mencapai 500 barel per hari," ungkapnya.

Sementara itu, tambahnya, penghadangan warga yang disebabkan permintaan pencairan tali asih selama bulan September hingga Nopember 2015 senilai Rp 75 juta, pihaknya tetap berkomitmen untuk merealisasikan program tersebut sesuai aturan.

Namun, lanjut Akbar, tujuh program fisik dan nonfisik Desa Ngampel harus didukung dengan dokumentasi dan berita acara penyelesaian proyek secara akuntabel dan benar.

"Kami akan melakukan pembayaran jika sudah ada tagihan secara resmi dari pihak desa sesuai dengan kesepakatan desa dan warga," terangnya.

Diketahui produksi minyak yang dioperatori JOB PPEJ di Desa Mudi Rahayu, Kecamatan Soko, Tuban, dan Lapangan Minyak Sukowati di Kabupaten Bojonegoro mengalami penurunan. Produksi Lapangan Sukowati itu sempat mengalami puncak produksi hingga 69.707 bph, kini melorot hingga sekitar 15.000 bph. (nur/rev)