
PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Program MBG atau makan bergizi gratis yang digulirkan pemerintah mulai menuai kritik dari masyarakat sipil dan pemerhati pendidikan. Sorotan utama tertuju pada lemahnya pengawasan serta tidak dipatuhinya standar gizi dan higienitas oleh sejumlah penyedia layanan di daerah.
Ketua LSM Gerakan Pemuda Peduli Pengamat Hukum (GP3H) Kabupaten Pasuruan, Anjar Supriyanto, menilai pelaksanaan MBG di lapangan masih perlu banyak perbaikan agar sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).
“Setiap dapur MBG seharusnya ditangani tenaga yang bersertifikat dari dinas kesehatan. Dari mulai OB, penjamah makanan, hingga penyaji semuanya wajib memiliki sertifikat pelatihan. Selain itu, dapur MBG juga harus memiliki koki yang memegang sertifikat resmi dan legal. Jika mitra hanya merekrut tenaga kerja tanpa standar yang jelas, maka kesehatan siswa yang terancam,” ujarnya, Selasa (30/9/2025).
Ia menambahkan, satu porsi MBG sesuai SOP harus memenuhi minimal 450 kilokalori dan 18 gram protein. Komposisinya terdiri dari nasi putih, lauk pauk (ikan atau daging), sayuran, buah segar, dan air putih.
“Apabila ketentuan ini tidak terpenuhi, maka manfaat program MBG bagi tumbuh kembang siswa juga patut dipertanyakan,” cetusnya.
Senada dengan itu, pemerhati pendidikan sekaligus pengurus Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum PGRI Kabupaten Pasuruan, Udik Suharto, menekankan pentingnya pengawasan lintas sektor, terutama dari dinas kesehatan.
“MBG adalah program pemerintah yang harus diterima dengan baik, tetapi dengan kondisi saat ini, pengawasan menjadi kunci. Sertifikasi tenaga penyedia perlu ditinjau ulang. Kalau ada penyedia yang tidak memenuhi standar, izinnya harus dicabut,” ucapnya.
Udik juga mendesak pemerintah daerah untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh penyedia layanan MBG, mulai dari tingkat TK, SD, hingga SMP.
“Jangan tunggu ada korban baru bertindak,” katanya.
Sebelumnya, ditemukan kasus makanan tidak layak konsumsi di sejumlah sekolah di Kabupaten Pasuruan, termasuk insiden lauk berbelatung di SMKN 1 Bangil. Kejadian tersebut memicu kritik publik terhadap efektivitas program MBG yang digadang-gadang sebagai prioritas nasional.
Dengan anggaran besar, MBG diharapkan mampu meningkatkan kualitas gizi anak sekolah. Namun, tanpa pengawasan ketat dan standar sertifikasi yang jelas, program ini justru berisiko menimbulkan masalah kesehatan baru bagi para siswa. (maf/par/mar)