Maulid Nabi Tak Ada Dalilnya? Ini Tiga Poin Penting Peringatan Maulid Nabi SAW

Maulid Nabi Tak Ada Dalilnya? Ini Tiga Poin Penting Peringatan Maulid Nabi SAW Inilah salah satu berkat atau bentuk sedekah dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Besar Jam’iyyatul Qudsiyyah Desa Pringgasela Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur, Rabu (19/10/2021) Foto: lensamandalika.com

SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Secara provokatif seorang ustadz di media sosial menyatakan, “Peringatan Maulid Nabi Muhammad itu tak ada dalilnya. Bid’ah.”

Benarkah? 

Mari kita ngaji bareng sekaligus jawab tuduhan ustadz formalis dan ustadz tekstualis atau skriptualis itu. Seperti disampaikan para ulama, setidaknya ada tiga poin penting dalam peringatan Maulid Nabi SAW yang tiap tahun dirayakan secara massif dan gegap gempita oleh umat Islam Indonesia.

Pertama, peringatan Maulid Nabi itu adalah ekspresi rasa cinta rakyat Indonesia, terutama umat Islam, terhadap Nabi Muhammad SAW. Karena itu, baik mereka yang kaya maupun yang miskin, menggelar peringatan Maulid Nabi, baik di rumahnya masing-masing maupun secara bersama-sama di langgar, mushalla atau masjid.

Yang harus diingat, acara utama peringatan Maulid Nabi itu adalah baca shalawat secara bersama-sama. 

Pertanyaannya, apakah baca shalawat itu bid’ah dan dilarang oleh ajaran Islam? Bukankan baca shalawat itu dianjurkan di mana saja dan kapan saja, termasuk dalam acara peringatan Maulid Nabi Muhammad?

Dalil naqli baca shalawat itu jelas dan gamblang dalam Surat Al Ahzab ayat 56.

. اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا Artinya, "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya dengan sungguh-sungguh."

Logikanya, kalau Allah SWT saja baca shalawat kepada junjungan kita Nabi Muhammmad, kenapa ustadz-ustadz formalis dan tekstualis itu mempersoalkan peringatan kelahiran Nabi Muhammad yang acara utamanya baca shalawat?

Kedua, peringatan Maulid Nabi SAW itu berisi ceramah atau nasehat yang mengungkap keteladanan Nabi Muhammad. Terutama, sejarah hidup Rasulullah, sejak lahir hingga wafat, wabilkhusus akhlaknya yang mulia. Karena itu kadang dibaca Barzanji.

Apa salah menghidup-hidupkan keteladanan akhlak Raasulullah SAW dalam era modern yang semakin krisis moral, akhlak dan budi pekerti seperti sekarang?

Apa sebenarnya yang membelenggu pikiran para ustadz formalis dan tekstualis sehingga mengharamkan peringatan Maulid Rasulullah SAW?

Ketiga, peringatan Maulid Nabi itu berisi sedekah. Sekali lagi sedekah! 

Nah, sedekah itu sesuai dengan adat istiadat setempat. Di Madura, umumnya memprioritaskan sedekah buah-buahan dan uang. Juga ada sedekah nasi dan sembako plus uang.

Sekarang di mana-mana orang yang mengelar Maulid Nabi berlomba-lomba sedekah paket sembako dan uang. Maklum, Indonesia sekarang mengalami krisis ekonomi. Sehingga rakyat Indonesia lebih suka mendapat sembako dan uang.

Nah, orang-orang yang menggelar peringatan Maulid Nabi SAW – terutama mereka yang kaya – menyajikan berkat atau sedekah unik dengan paket jumbo dan banyak. Misalnya berkat berupa beras 3 kg sampai 5 kg. Itu pun masih ditambah gula, minyak goreng dan sebagainya. 

Bahkan di beberapa tempat ada juga berupa berkat sekeranjang durian dan buah-buahan yang lain. 

Juga plus uang. Mulai dari Rp 5.000 per orang sampai Rp50 ribu dan bahkan Rp100 ribu per orang.

Apa yang salah dengan sedekah atau berkat? Bukankah sedekah itu kapan pun diperbolehkan? Apalagi saat acara Maulid Nabi yang rangkaian acaranya untuk menghormati kelahiran Rasulullah SAW.

Para ustadz formalis dan tekstualis – terutama ustadz Wahabi – seharusnya bersyukur dan berterima kasih kepada masyarakat Indonesia yang menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW karena mereka punya kesadaran besar untuk membagikan kelebihan rezekinya di tengah rakyat Indonesia kesulitan ekonomi. Bukan malah membid’ahkan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang nyata-nyata penuh barakah dan membahagiakan sebagian besar rakyat Indonesia.

Apalagi jika para ustadz formalis dan tekstualis itu tak bisa bersedekah sendiri. Mari ustadz fastabiqul khairat, berlomba dalam kebaikan, saling memperbanyak sedekah kepada rakyat Indonesia. Jangan justru menghalangi orang atau masyarakat yang sudah gemar bersedekah. Apalagi sedekah itu dibagikan karena rasa cinta kepada Rasulullah SAW.

Ingat ustadz, memotivasi orang untuk bersedekah dan peduli pada nasib orang lain itu sangat sulit. Karena itu masyarakat yang secara sukarela sudah gemar bersedekah jangan dihalangi dengan isu provokatif bid'ah yang tak jelas. 

Wallahua’lam bisshawab