
Dalam pengadaan ini, Direktur Polinema periode 2017 - 2021 tersebut menghargai tanah Rp6 juta per meter dengan luas mencapai 7.104 meter persegi. Sehingga jika ditotal, nilai pembelian mencapai Rp42,624 miliar.
Padahal, dua dari tiga bidang lahan tersebut belum bersertifikat dan tidak disertai bukti surat kuasa dari pemilik lahan untuk dijual.
Proses pembayaran uang muka juga diduga berlangsung serampangan. Dokumen dibuat secara backdate atau tanggal mundur, tanpa notulen rapat bahkan tidak menyertakan akta jual beli sekalipun.
Dari total harga pembelian, uang muka sebesar Rp3,87 miliar dibayarkan pada 30 Desember 2020 menggunakan dokumen yang dibuat secara backdate.
Ttermasuk surat keputusan panitia, notulen rapat hingga akta jual beli.
Meski demikian, proses pembayaran terus dilanjutkan Awan secara bertahap hingga mencapai Rp22,6 miliar.
Namun, pelaksanaannya tetap tidak disertai proses akuisisi aset atau pencatatan hak atas tanah oleh Polinema.
Berdasar pelanggaran yang dilakukan keduanya, Kejati Jatim menahan Awan dan menjerat dengan Pasal 2 junto Pasal 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsider Pasal 3 junto Pasal 18 UU yang sama junto Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. (ald/van)