Pertama di Indonesia, Pentas Wayang Perjuangan Hadratussyaikh, Dalang Ki Cahyo Kuntadi Riset Dulu

Pertama di Indonesia, Pentas Wayang Perjuangan Hadratussyaikh, Dalang Ki Cahyo Kuntadi Riset Dulu KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin) saat menyampaikan sambutan dalam Pagelaran Wayang Hadratussyaikh di halaman Kampus B Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Sabtu (2/11/2024) malam. Foto: MMA/bangsaonline

SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Ini genre baru dalam dunia pewayangan Indonesia. Dalang Ki Cahyo Kuntadi mementaskan Banjaran Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari, ulama besar pejuang kemerdekaan RI, pahlawan nasional dan juga pendiri Nahdaltul Ulama (NU) serta Jombang Jawa Timur.

“Ini penciptaan wayang baru. Yang dinamakan ,” kata Ki Cahyo Kuntadi saat tampil dalam Pagelaran Wayang Kiai yang mementaskan Banjaran Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy'ari di halaman Kampus B Universitas Airlangga () Surabaya, Sabtu (2/11/2024) malam.

Baca Juga: Rocky Gerung Ajak Pemuda di Surabaya Kritis Memilih Pemimpin

Dalam pagelaran itu Ki Cahyo Kuntadi diiringi sanggar Madhangkara dengan 7 sinden muda. Diantaranya Sukesi Rahayu, istrinya. Juga tampil bintang tamu dalang Ki Syukron Suwondo dari Blitar.

Menurut Ki Cahyo, penamaan itu diangkat ke publik setelah dirumuskan oleh Prof Dr Bambang Tjahjadi, guru besar , dan KH Abdul Hakim Mahfudz (), pengasuh yang juga Ketua PWNU Jawa Timur. Tentu juga .

Dalam pagelaran itu, Ki Cahyo Kuntadi bercerita bahwa setelah pulang belajar dari Makkah, Hadratussyaikh mendirikan pesantren di dekat pabrik tebu yang dikuasai penjajah Belanda. Pesantren yang didirikan Hadratussyaikh itu berada di dusun Tebuireng Desa Cukir Kecamatan Diwek Jombang.

Baca Juga: Didukung Penyintas Semeru, Rakka dan TPD Lumajang yakin Khofifah-Emil Menang

"Pesantren itu diberi nama ," katanya.

(Gus Riza dan keluarga serta pengurus PWNU Jatim saat nonton Pagelaran Wayang Santri di halaman kampur B , Sabtu (2/11/2024) malam. Foto: bangsaonline)

Baca Juga: Dalang Cilik Sebagai Dai Kamtibmas Raih Apresiasi Polres Ngawi

Dari pesantren inilah Hadratusyaikh mencetak santri sebagai pemimpin yang tidak hanya berilmu tinggi tapi juga berpikir kritis. 

Saat itu sawah di sekitar pabrik telah dikuasi penjajah untuk ditanami tebu. Karena itu Hadratussyaikh berusia membeli tanah rakyat untuk mengajari masyarakat bertani.

“Tiap hari Selasa Hadratussyaikh turun ke sawah,” kata Ki Cahyo Kuntadi dalam bahasa Jawa.

Baca Juga: Bersama Unair, FH UTM Jalin Kerja Sama dengan Faculty of Law Maastricht University

Hadratussyaikh memang tidak hanya mengajar ngaji santri. Tapi terlibat aktif dalam perjuangan kemerdekaan RI.

Dalam konteks perjuangan ini Ki Cahyo Kuntadi menampilkan dialog Hadratussyaikh dengan gurunya, Kiai Nawawi. Sang guru terus mendoktrin agar Hadratussyaikh yang saat itu masih sangat muda mengusir penjajah.

Hadratussyaikh bersama keluarga Tebuireng pun terus bergerak sampai terjadi pertempuran 10 Nopember Surabaya.

Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat

Berbeda dengan lakon lain yang gampang dan sudah hafal di luar kepala, Ki Cahyo Kuntadi mengakui tak mudah untuk menampilkan sosok Hadratussyaikh.

“Harus riset dulu,” ujar dalang muda yang juga dosen Prodi Pedalangan di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Jawa Tengah itu.

Baca Juga: Gala Dinner Pimnas ke-37 Unair, Pj Gubernur Jatim Komitmen Dukung Perkembangan Perguruan Tinggi

(Dalang saat ndalang dalam pagelaran di , Sabtu (2/11/2024). Foto: bangsaonline)

Ki Cahyo Kuntadi melakukan riset ke , disamping riset pustaka dan literatur lainnya.

mengakui memang datang ke .

Baca Juga: AHY Raih Gelar Doktor dari Unair, Khofifah Yakin Bakal Bawa Kebaikan Bagi Bangsa

“Diskusi dengan saya dua kali,” kata kepada BANGSAONLINE. 

kini banyak menghimpun sejarah . Untuk ditulis sebagai buku. 

Ki Cahyo Kuntadi juga berdiskusi dengan Ustadz Ahmad Roziqi, Direktur Ma’had Aly Tebuireng.

Baca Juga: Resmi Bergelar Doktor, Ada SBY hingga Khofifah di Sidang Terbuka AHY

menyambut baik kisah diangkat menjadi lakon wayang. Sebab nilai-nilai dan keteladanan akan semakin luas diketahui publik

“Selama ini sejarah dikubur,” kata kepada BANGSAONLINE di sela-sela nonton tersebut.

menuturkan, ide pementasan Hadratussyaikh ke dalam wayang itu dicetuskan kali pertama oleh Prof Bambang Tjahjadi.

"Ini menarik," kata .

Dalam pagelaran itu Prof Bambang Tjahjadi tampak menonton sampai usai.

Pagelaran ini memang hasil kerjasama antara Sekolah Pascasarjana dan PWNU Jawa Timur. Terutama dalam rangka Dies Natalis ke-70 dan ke-40 Sekolah Pascasarjana . Selain itu juga dalam rangka memperingati peristiwa 10 November 1945.

"Lakon dan tema yang diangkat sangat spesial, yakni Fatwa dan Resolusi Jihad dalam Perang Rakyat Semesta di Surabaya, 10 November 1945. Pagelaran wayang ini seru, karena kisah heroik resolusi jihad dan pertempuran Surabaya ini dibawakan oleh Ki Dalang Cahyo Kuntadi yang terkenal dengan aksinya," ujar Prof Badri Munir Sukoco, Direktur Sekolah Pascasarjana .

(Gus Riza (tengah, nomor dua dari kanan) dan Gus Ali Faishol (nomor dua dari kiri) dan M Mas'ud Adnan (paling kanan). Foto: BANGSAONLINE)

Menurut Gus Riza, pementasan lakon dalam wayang ini merupakan kali pertama. Sebelumnya, tutur putra KH M Yusuf Hasyim itu, tak pernah ada diangkat ke dalam lakon wayang. Karena itu cucu Hadratussyaikh itu sangat mengapresiasi.

Banyak sekali keluarga yang hadir dalam pagelaran wayang santri itu. Selain dan Gus Riza juga hadir Nyai Farida Shalahuddin Wahid, Dr Ali Faishal, Gus Ghaffar, dan para dzurriah yang lain. Juga tampak para alumni .

Begitu juga dari PWNU Jatim. Banyak pengurus PWNU Jatim hadir.

Yang menarik, antusiasme masyarakat cukup tinggi. Bahkan banyak sekali penonton pagelaran ini. Kursi yang disiapkan panitia berjumlah ratusan itu penuh. Selain dosen dan mahasiswa juga tampak masyarakat penggemar wayang.

Bahkan di pinggir jalan, di luar kampus tampak banyak masyarakat ikut menonton. Mereka menonton pagelaran itu sampai selesai.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO