Ragam Program PPM PT BSI, dari Pemberdayaan UMKM Hingga Budi Daya Maggot

Ragam Program PPM PT BSI, dari Pemberdayaan UMKM Hingga Budi Daya Maggot Ketua Pokmas Pega Indonesia Sundariyanto (kanan) menunjukkan produk maggot kering dan larutan jamur jakaba dari pengolahan sampah organik. Foto: BANGSAONLINE

BANYUWANGI, BANGSAONLINE.com – Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, PT. Bumi Suksesindo (BSI) wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM) sebagaimana amanat UU No. 3 Tahun 2020 Pasal 108 dan Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 Bab XII Pasal 38.

Berdasarkan laporan tahun 2022, PT BSI sudah menggelontorkan sebanyak Rp30,9 miliar untuk program PPM. Anggaran sebesar itu direalisasikan ke sejumlah bidang. Perinciannya, untuk bidang infrastruktur sebesar 47 persen, pendidikan 12 persen, bidang kesehatan 5 persen, bidang tingkat pendapatan riil/pekerjaan 4 persen, serta sejumlah bidang lainnya.

Senin (6/2/2023) kemarin, BANGSAONLINE.com berkesempatan untuk melihat langsung tiga program PPM yang sudah dilaksanakan oleh PT BSI. Yang pertama program budi daya maggot di Desa Sumbermulyo, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi.

Program yang masuk PPM di bidang lingkungan ini menyasar para pemuda desa setempat, yang tergabung dalam Pokmas Pega Indonesia. Berkat pembinaan yang diberikan PT BSI, antara lain mendapat kesempatan menimba ilmu ke ITS, Pokmas Pega Indonesia sukses melakukan budi daya maggot.

Sejak tahun 2019, total sudah 99,7 ton sampah organik yang berhasil dikelola Pega Indonesia untuk budi daya maggot. Maggot adalah sejenis belatung yang berasal dari larva (lalat buah). Maggot biasa dijadikan pakan alternatif ternak karena kaya akan kandungan gizi, utamanya protein.

Selain menambah nilai ekonomi, program budi daya maggot ini juga mampu mengurangi sampah organik. Sebab, sampah organik itulah yang menjadi makanan utama untuk budi daya maggot.

“Sampah organik kita dapat dari PT BSI, seperti sisa makanan. Juga dari masyarakat, misalnya ada yang mengadakan hajatan, kita sediakan kontainer khusus untuk menampung sisa buah dan makanan. Setelah selesai acara kita ambil,” ujar Sundariyanto, Ketua Pokmas Pega Indonesia.

Menurutnya, setiap satu kilogram larva maggot membutuhkan makanan sampah organik sebanyak 15-20 kg. Hal itu pula yang menjadi kendala pihaknya dalam budi daya larva maggot.

“Kita masih sering kekurangan sampah organik untuk pakan maggot, karena terkendala personel,” ucapnya.

Berkat keberhasilannya dalam mengolah sampah organik melalui budi daya maggot, Pokmas Pega Indonesia pun dipercaya oleh Pemkab Banyuwangi untuk terlibat dalam penyusunan rencana pengolahan sampah melalui program Clean Ocean Through Clean Communities (CLOCC) bekerja sama dengan Indonesia Solid Waste Association.

Tidak hanya itu, Pokmas Pega Indonesia juga diundang menjadi pendamping dan pelatih budi daya maggot oleh Mobius Farm Australia pada Agustus 2022 lalu.

Selain budi daya maggot, upaya pengelolaan sampah organik yang dilakukan Pega Indonesia binaan PT BSI juga menghasilkan produk turunan berupa pupuk organik cair.

(Sundariyanto menunjukkan )

Sundariyanto mengatakan yang diproduksi oleh pihaknya berasal dari fermentasi air lindi dari sampah organik, bangkai lalat, dan .

“Ada dua jenis pupuk organik cair yang kita hasilkan, yaitu larutan J3+ dan J1+. Bedanya, untuk yang J3+ warnanya hitam dan masih bau sampah. Tapi yang J1+ warnanya bening dan sudah tidak ada bau sampah sama sekali,” ujarnya.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO