Soal Temuan Dugaan Nota Fiktif di Disparbud Malang, Dewan: Bisa Jadi Bukti Hukum Pidana

Soal Temuan Dugaan Nota Fiktif di Disparbud Malang, Dewan: Bisa Jadi Bukti Hukum Pidana Zia Ulhaq, Anggota Komisi III DPRD Malang.

MALANG, BANGSAONLINE.com - Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Malang, , angkat bicara menanggapi pengakuan pejabat di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Malang terkait adanya nota fiktif dan mark up harga.

Menurutnya, hal itu bisa menjadi alat bukti hukum pidana. Apalagi, pengakuan adanya nota fiktif dan mark up harga di Disparbud Kabupaten Malang itu tertuang di dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Malang Tahun Anggaran 2020.

"Kalau itu dijadikan bukti awal sebenarnya sudah cukup, karena dengan pengakuan nota fiktif dan mark up. Seharusnya oleh penegak hukum itu dapat dijadikan sebagai bukti awal. Dan dapat dilakukan penyelidikan sampai ke penyidikan kalau terjadi fiktif, dimanipulasi, dan sebagainya," ungkap Zia, Senin (7/2).

Ia mengungkapkan, bahwa di dalam hukum pidana, alat bukti itu di antaranya terdiri dari pengakuan, bukti secara tertulis, dan saksi-saksi.

"Lha, apakah pengakuan yang bersangkutan yang tertuang di LHP BPK itu bisa dinaikkan atau tidak dari hukum administrasi ke hukum pidana, itu tinggal APH mau nggak hasil temuan itu bisa dijadikan bukti permulaan untuk di bawa ke ranah pidana," ujarnya.

"Ini pengakuan lho, pengakuannya tertulis lho di LHP BPK. Kan begitu," imbuh mantan Aktivis Malang Corruption Watch (MCW) itu.

Politikus Partai Gerindra itu menilai, dugaan adanya nota fiktif dan mark up harga di Disparbud Kabupaten Malang itu merupakan kecerobohan dinas.

"Menurut kami itu nggak boleh. Kayak unsur kesengajaan, membuat-buat kayak gitu kan nggak boleh," tegasnya.

Lebih lanjut, Zia mengatakan, sudah banyak bimbingan-bimbingan teknis kepada pejabat pembuat komitmen (PPK) agar tidak memanipulasi laporan penggunaan anggaran.

"Ketika unsur kesengajaan ini dilakukan, itu sudah memenuhi unsur pidana. Kalau APH mau menjadikan temuan BPK sebagai alat bukti permulaan untuk memproses berikutnya, sebenarnya tidak masalah," ucapnya.

" itu sifatnya administrasi. Biasanya ada rekomendasi selama 60 hari untuk mengembalikan kerugian keuangan negara atau daerah. Apabila berikutnya ada temuan lagi, maka ada unsur kesengajaan," bebernya.

Ia menegaskan, temuan dari BPK ini harus dijadikan alarm. "Berikutnya harus tidak ada temuan lagi," jelas dia.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Malang Raya, M. Zuhdy Achmadi, beberapa waktu lalu membeberkan pengakuan pegawai Disparbud Kabupaten Malang soal adanya nota fiktif dan mark up harga atas belanja barang dan jasa.

Pengakuan tersebut tertuang di Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Malang tahun anggaran (TA) 2020, yang menyebabkan indikasi kerugian keuangan daerah sebesar Rp 202.276.800,00.

"Dengan adanya pengakuan tersebut, mens rea-nya sudah jelas. Sehingga saya mendukung pihak aparat penegak hukum (APH) agar segera bertindak cepat untuk mengungkap permasalahan itu," pinta pria yang akrab disapa Didik itu. (thu/rev)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO