4 Sehat 5 Sempurna Diganti 8 Nutrisi Kitab Suci? Penelitian Bersandar Kitab Suci, Apa Ilmiah?

4 Sehat 5 Sempurna Diganti 8 Nutrisi Kitab Suci? Penelitian Bersandar Kitab Suci, Apa Ilmiah? Dahlan Iskan

Meski bisa menerima model Terawan mengenai Xxx (saya sudah berjanji untuk tidak menulis kata VakNus) itu, Tifa tetap usul pada Terawan –lewat saya.

"Janganlah menggunakan istilah VAKSINASI bagi metode dendritic cells immunotherapy," tulis Tifa pada saya.

Tifa pun bercerita kenapa: karena dari asal katanya saja, vaccination artinya metode untuk memasukkan kuman (virus) yang berasal dari sapi (Vacca) kepada tubuh manusia. Waktu itu, pionir asi, Edward Jenner, di tahun 1789, memasukkan Virus Variola dari Kuda (loh gimana sih kok malah kuda?) ke tubuh seorang remaja usia 15 tahun. Nama remaja kecil itu James Phepps. Itu untuk melihat apakah si James bisa mendapatkan kekebalan yang diharapkan.

James Phepps, waktu itu berumur 6 tahun, meninggal di usia 21 tahun.

Anak Edward Jenner sendiri, Janner, jadi kelinci percobaan bapaknya. Sang anak diberi injeksi kuman Variola setiap tahun. Janner, anak Edward itu, meninggal akhirnya. Kena pneumonia. Sad story.

"Jadi, saya usulkan ke Pak Terawan pakai saja nama Dendritic Cells Immunotherapy (DCI). Itu lebih bagus dan lebih tepat," tulis Tifa.

Untuk mudahnya lantas sebut saja I-Nu (Imunoterapi Nusantara). Nama I-Nu bisa lebih keren dan lebih millennial dari pada istilah Vaknus.

"I-Nu kalau diucapkan kan seperti I know. Saya tahu. Keren sekali," kata Tifa.

Usulnyi itu berdasar: ''Karena memang tidak ada sedikit pun virus atau pun potongan virus atau virus sintetis atau printing DNA atau spike atau apa pun dari virus itu yang masuk ke tubuh manusia," tulis Tifa.

Lebih mendasar lagi, Tifa ingin I-Nu bisa mengakhiri sejarah teknologi . Yang umur penemuannya sudah 200 tahun.

Era , kata Tifa, seharusnya sudah lewat.

I-Nu itu, kata Tifa, bisa membuat sejarah baru peradaban manusia. Yakni sebagai suatu terapi personalized sekaligus sebagai tonggak penting.

I-Nu bisa diartikan sebagai dimulainya "Era Personalized Medicine atau Precision Medicine. Yakni Kedokteran Abad 21. Yang lebih mengutamakan pendekatan personal bagi setiap kasus yang dihadapi setiap manusia".

Kalau kita bicara tentang personalized medicine, maka metodologi riset klinis atau clinical research methodology harus banyak diubah dan dimodifikasi.

Riset baru, kata Tifa, sudah harus mengikuti arah perkembangan kemajuan Ilmu. Termasuk yang disebut sebagai Randomized Controlled Trials (RCTs) –yang menjadi syarat mutlak dilakukannya terapi medis bagi manusia.

Ya memang, kata Tifa, risikonya besar: pabrik farmasi dan produsen akan marah-marah. "I-Nu itu kalau berhasil bisa diterapkan untuk menangkal virus dan kuman apa pun," kata Tifa.

Tifa, dokter dan S-2 nyi didapat dari Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, masih punya usul lain: Terawan jangan pelit bagi-bagi ilmu. Bikinlah kursus sebanyak-banyaknya buat para dokter. "Agar mereka juga bisa praktik dengan I-Nu," kata Tifa, yang di tahun 1988 lulus SMAN 2 Jogjakarta.

"Saya pun mau ikut kursus itu". (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Tidak Mau di Vaksin, Wanita ini Malah Minta Ditembak Polisi':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO