Nur Muhyar berharap, di Hari Batik Nasional ini para pelaku batik lebih inovatif dan mengeksplorasi motif-motif yang menampilkan kerifan lokal. Banyak sekali potensi yang mungkin perlu diangkat lagi.
"Misalkan tentang sejarah panji, kemudian potensi lokal yang lain seperti Goa Selomangleng. Ada motif kuda lumping, motif gethuk pisang, motif tahu, motif topeng panji sudah muncul itu kita harapkan lebih kreatif lagi menampilkan motif-motif baru supaya customer tidak bosan, jadi tetap ada dinamikanya,” urainya.
Dalam kesempatan yang sama, owner Numansa Batik Kediri Nunung Wiwin Ariyanti menceritakan awal mulanya menekuni batik dan produk yang menjadi unggulannya sekarang. Untuk batik sendiri mulai 2014 ia belajar sampai saat ini. Ia mengatakan masyarakat juga semakin banyak gregetnya untuk belajar batik. Seperti di sekitar Dermo sendiri banyak masyarakat yang ingin belajar membatik. Numansa batik memproduksi produk unggulan yaitu batik custom jadi batik yang terpola.
"Kita ukur pola badan customer, baru nanti kita buat polanya, lalu kita desainkan motifnya sesuai dengan keinginan customer. Setelah itu baru ke proses selanjutnya. Saya mulai terinspirasi membuat batik custom itu sejak mendapat kesempatan dari Bank Indonesia untuk sekolah desain di Susan Budihardjo. Lalu semenjak itu saya menerapkan sistem batik custom mulai tahun 2015-2016,” jelasnya.
Nunung juga menanggapi adanya covid-19 yang berdampak pada seluruh sektor usaha, tidak terkecuali pelaku usaha batik. Dampak Covid pada penjualan tetep menurun tapi tidak banyak, kisaran penurunannya sebesar 40 persen. Kemudian motif yang paling digemari saat ini masih kuda lumping. Kalau motif baru jadi target, pihaknya mengaku setiap bulan setidaknya harus mengeluarkan 5-10 motif baru.
"Untuk produksinya sendiri kita masih punya tenaga 10 orang jadi kisaran 75 potong batik per bulan. Harga mulai Rp 150-400 ribu. Kalau yang custom ada yang Rp 500-800 ribu hingga Rp 1 juta lebih. Kalau masker Alhamdulillah Numansa masih kebagian proyek jahit dari pemkot. Untuk masker itu inovasi sendiri, kita kumpulkan anak-anak dan sesuai dengan selera anak-anak motifnya. Untuk yang 3 lapis harganya Rp 15.000 yang 1 lapis Rp 8.000," terangnya.
Pada peringatan hari batik ini, Nunung menerapkan konsep membuat masker khusus untuk anak-anak dan mengajarkan mereka mencanting. Menurut Nunung, mengajarkan mencanting pada anak-anak memang membutuhkan kesabaran dan pendekatan khusus agar anak-anak bisa mengikuti prosesnya dengan senang hati.
“Memang butuh ketelatenan, mereka dari nol tidak tau apa-apa. Cara menggambarnya, teknik memegang canting. Mereka bisa langsung mencoba, pertama pakai kertas dulu bukan kain. Lalu baru coba di kain. Saya bebaskan ke anak-anak mereka maunya apa. Ada doraemon, ada bunga juga. Kita ajari dari awal hingga akhir barang itu jadi. Medianya di kain kaos yang disiapkan dari Disperdagin, yang dijadikan untuk masker. Alhamdulillah anak-anak sangat senang, mereka kepingin juga kalau luang main kesini belajar batik,” pungkasnya.
Ainun, salah satu anak yang mengikuti kegiatan belajar mencanting mengutarakan rasa senangnya dan berharap bisa membuat motif batik sendiri. “Kemarin baru belajar membatik di kertas, dan hari ini sudah bikin pola gambar bunga di kain dan langsung nyanting. Senang, tapi susah karena mbleber. Ikut belajar nyanting karena pengen bisa membuat batik sendiri nanti kalau sudah besar,” ungkapnya.
Hadir pula dalam kegiatan tersebut, Camat Mojoroto Mohammad Ridwan dan Lurah Dermo Ahmad Zainudin. (uji/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News