Gugurkan Cakades Terpidana Korupsi, Panitia Bisa Digugat di PTUN

Gugurkan Cakades Terpidana Korupsi, Panitia Bisa Digugat di PTUN A. Fajar Yulianto, S.H.

GRESIK, BANGSAONLINE.com - Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di Kabupaten Gresik yang akan digelar pada 31 Juli, mendapatkan atensi besar dari A. Fajar Yulianto, S.H, salah satu praktisi hukum. Ia mengingatkan kepada panitia Pilkades agar berhati-hati dalam menggugurkan bakal calon kepala desa (cakades) yang dianggap tersandung kasus hukum.

"Kalau di hari penetapan cakades, ada cakades yang digugurkan karena dianggap tidak memenuhi syarat dan ketentuan terkait calon pernah dipidana penjara karena korupsi, maka panitia harus siap-siap hadapi gugatan," Fajar kepada BANGSAONLINE.com, Sabtu (20/7).

Fajar meminta panitia pilkades teliti dalam memahami pasal 30 huruf K Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Gresik nomor 08 tahun 2018 yang berbunyi "tidak pernah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana narkotika dan psikotropika, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme dan/atau tindak pidana makar terhadap keamanan negara."

"Padahal di sana masih ada poin huruf I. Bunyinya "tidak sedang menjalani pidana penjara". Sedang huruf J berbunyi tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun atau lebih, kecuali 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka"." papar Fajar.

"Serta klausul hurup L berbunyi "tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Artinya, yang bertalian dengan syarat tindak pidana bagi para calon ada pada ketentuan pasal 30 huruf I, J, K, L. Dengan demikian jika dilihat antara klausul I, J, dan L adalah kelompok yang memperbolehkan, akan tetapi klausul K ini seakan berdiri sendiri yang jelas melakukan pelarangan," urainya.

"Di sini dari keempat difinisi syarat tersebut terjadi sebuah “ambigu” satu di antara lainnya yang bertentangan pembolehan dan pelarangan, oleh karena dalam satu rumpun topik syarat yang saling adanya pertentangan maka ini merupakan klausul syarat Alternatif dan bukan klausul Kumulatif," jelas Direktur LBH Fajar Trilaksana dan Rekan ini.

"Untuk itu, karena klausul tersebut bersifat alternatif, maka panitia Pilkades harus pandai-pandai menentukan pilihan klausul sebagai pendekatan menyikapi bagi calon mantan narapidana Tipikor. Tentu harus mempertimbangkan yang dapat mencerminkan keadilan, serta klausul yang dapat menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) serta menghormati hak konstitusi seseorang. Juga perlu dipahami pencabutan hak politik baik dipilih maupun memilih harus dilakukan melalui putusan pengadilan, serta hak konstitusi ini jelas dilindungi oleh UUD 1945 pasal 28D ayat (3) bahwa setiap warga negara berhak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan," terang dia.

Fajar lantas menunjukkan rujukan perundangan yang jauh lebih tinggi lagi dalam Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Hak Asasi Manusia) yang terdiri dari 30 pasal. Di sana juga tegas dinyatakan perlindungan hak politik manusia untuk memilih dan dipilih.

"Makanya, jika panitia pilkades menggugurkan calon dengan rujukan dan pendekatan hanya pada pasal 30 huruf K dan tidak mempertimbangkan secara bijak dengan ketiga definisi klausul yang lainnya, maka ini keputusan yang cenderung subyektif dan sangat tendensius. Yang nantinya potensi besar untuk dilakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)," pungkas Sekretaris DPC Peradi Gresik ini. (hud/ns)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO