Tanya-Jawab Islam: Pelaksanaan Nazar dan Kafarat

Tanya-Jawab Islam: Pelaksanaan Nazar dan Kafarat Dr. KH. Imam Ghazali Said

>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr wb. Saya mau tanya seputar nazar Kiai. Saya sekitar 3 minggu yang lalu membuat nazar apabila tes saya lulus saya akan puasa Senin Kamis seterusnya kalau tidak berhalangan. Ternyata tes saya yang ke-2 lulus. Saya tidak mempertimbangkan terlebih dahulu apakah saya mampu atau tidak menjalaninya. Sebelumnya, saya tidak mengerti secara mendalam tentang nazar itu seperti apa. Dan saya membuat nazar salat sunah tapi tidak menyebutkan berapa banyaknya dan tidak menyebutkan batasan waktu. Tetapi saya telah salat sunah salat duha, hajat, tahajud dan witir.

Apakah saya sudah memenuhi nazar saya untuk salat sunnah? Padahal saya tidak menyebutkan berapa banyak salat sunah dan tidak menyebutkan batas waktu? Saya melakukan nazar karena saya dulu pernah ikut tes dan ternyata gagal. Dan saya untuk puasa Senin Kamis seterusnya kalau tidak berhalangan sangat memberatkan diri saya, lalu saya memutuskan untuk menebusnya dengan kaffarah dengan memberi makan.

(Reva, Tulungagung)

Jawaban:

Pertama yang harus diketahui dengan benar bahwa “nazar” itu hukumnya makruh (tidak disukai) jika tidak melanggar hukum-hukum Islam, jika melanggar maka hukumnya haram dilakukan. Ini yang harus diketahui terlebih dahulu. Sebab masyarakat mengira bahwa bahwa nazar itu sebuah ibadah atau kesunnahan. Pandangan ini yang harus diluruskan, sebab orang yang bernazar itu seakan-akan tidak mau beribadah atau berbuat kebaikan sebelum ia mendapatkan cita-citanya, dan ini disebut bakhil dalam beribadah.

Hal ini dikuatkan dengan beberapa hadis Rasul saw tentang nazar. Abdullah bin Umar melaporkan bahwasannya:

نَهَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَنِ النَّذْرِ قَالَ « إِنَّهُ لاَ يَرُدُّ شَيْئًا ، وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ »

”Rasul saw melarang dari perbuatan nazar, beliau bersabda: Nazar itu tidak dapat menolak sesuatu (takdir), nazar hanya dikeluarkan dari orang bakhil akan amal”. (Hr. Bukhari:6693)

Abu Hurairah melaporkan bahwa Rasul saw bersabda:

لاَ تَنْذُرُوا فَإِنَّ النَّذْرَ لاَ يُغْنِى مِنَ الْقَدَرِ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ

“Janganlah kalian semua melakukan nazar, sebab nazar itu tidak menolak sebuah takdir, ia hanya mengeluarkan orang bakhil dari beramal kebaikan”. (Hr. Muslim:1640)

Abu Hurairah melaporkan bahwa Rasul saw bersabda:

إِنَّ النَّذْرَ لاَ يُقَرِّبُ مِنِ ابْنِ آدَمَ شَيْئًا لَمْ يَكُنِ اللَّهُ قَدَّرَهُ لَهُ وَلَكِنِ النَّذْرُ يُوَافِقُ الْقَدَرَ فَيُخْرَجُ بِذَلِكَ مِنَ الْبَخِيلِ مَا لَمْ يَكُنِ الْبَخِيلُ يُرِيدُ أَنْ يُخْرِجَ

“Sungguh nazar tidak dapat mendekatkan ibnu adam dari sesuatu yang sudah ditakdirkan oleh Allah, nazar hanyalah tepat sesuai dengan takdir, ia hanyalah dikeluarkan dari orang bakhil yang susah untuk beramal”. (Hr. Bukhari:6694)

Beberapa hadis di atas memang menunjukkan sebuah pelarang terhadap bani adam agar tidak melakukan nazar, namun larangan ini sifatnya makruh bukan haram selama tidak melanggar hukum-hukum Allah. Dan yang dimaksud orang bakhil di sini adalah orang-orang yang susah untuk beramal, baik ibadah mahdhoh atau pun lainnya seperti sedekah dan berinfak.

Namun, jika seseorang sudah berbuat nazar maka wajib dilakukan dan harus ditunaikan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Allah di dalam Alquran:

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO