Wa-aataynaa muusaa alkitaaba waja’alnaahu hudan libanii israa-iila allaa tattakhidzuu min duunii wakiilaan (2).
Dzurriyyata man hamalnaa ma’a nuuhin innahu kaana ‘abdan syakuuraan (3).
BACA JUGA:
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun
- Tafsir Al-Anbiya 48-50: Fir'aun Ngaku Tuhan, Tapi Tak Mampu Melawan Ajalnya Sendiri
- Tafsir Al-Anbiya' 41-43: Arnoud Van Doorn, Petinggi Partai Anti-Islam yang Justru Mualaf
Setelah membicarakan isra' nabi Muhammad SAW yang tidak sekadar sangat menakjubkan, melainkan lingkungannya diberkahi (barakna haulah), kini Tuhan mengangkat dua sosok nabi masa lalu yang banyak mengukir sejarah dan kiprahnya spektakuler. Mereka adalah nabi Musa A.S. dan nabi Nuh A.S.
Musa A.S. diberi kitab suci al-Taurah sebagai panduan hidup bagi bani Israil, yakni hanya bertuhan Allah SWT saja. Tapi ternyata mereka justru menyimpang. Begitu halnya Nuh A.S. sebagai rasul pertama yang dilawan secara besar-besaran oleh umatnya sendiri. Musa berhadapan dengan pengaku Tuhan tertinggi, Fir'aun. Sementara umat nabi Nuh menyembah patung yang diambil dari lima orang shalih, yaitu: Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr Nuh dikucilkan.
Dua nabi tersebut diangkat sebagai referensi yang arahnya antara lain, agar Rasulullah SAW tidak bersedih dan tetap tangguh saat dimusuhi kaumnya sendiri. Nabi tidak boleh merasa sendirian, karena begitulah lakon para utusan Tuhan terdahulu, biasa diperlakukan tidak nyaman oleh kaumnya sendiri. Tapi para rasul itu tetap sukses.
Kalian yang meneruskan dakwah Rasulullah SAW, jangan berpikir yang enak-enak saja, meskipun nyatanya, kehidupan para juru dakwah sekarang, apalagi yang memilih di dunia entertainment nampaknya banyak menonjolkan sisi selebritis ketimbang sisi pengabdi agama yang tawadlu' dan sederhana. Tidak berarti seorang kiai atau ustadz harus miskin atau berpenampilan lusuh, melainkan bersahaja, tapi tetap wibawa.
Anggapan sebagian orang, bahwa kiai harus kaya atau nampak kaya atau harus berpamor dengan balutan duniawi, baik dilambangkan dengan mewahnya kendaraan atau sandangan demi menambah martabat diri, tidak mutlak benar. Satu sisi memang agar tidak diremehkan oleh orang-orang kaya yang bermoral material. Contohnya nabi Sulaian A.S. yang berhadapan dengan ratu elitis dari negeri Saba', Bilqis namanya.
Klik Berita Selanjutnya