Buruh Tuding Pemprov Jatim Langgar Kesepakatan Terkait Penetapan UMK

Buruh Tuding Pemprov Jatim Langgar Kesepakatan Terkait Penetapan UMK Komisi E DPRD Jawa Timur saat menemui perwakilan buruh. foto: DIDI ROSADI/ BANGSAONLINE

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Ratusan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jawa Timur menggeruduk Gedung DPRD Jatim. Mereka menyampaikan aspirasi ke anggota dewan terkait dugaan Pemprov Jatim yang melanggar kesepakatan terkait penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Sekretaris KSPI Jatim, Jazuli mengatakan tanggal 10 November kemarin telah dibuat komitmen bersama dengan perwakilan dari Pemprov, dan Komisi E DPRD Jatim. Kedua pihak sepakat untuk melakukan pembahasan terlebih dulu sebelum penetapan UMK.

Poin kedua, gubernur tidak akan mengembalikan usulan bupati/walikota yang telah merekomendasikan UMK lebih besar dari pasal 4 PP Nomer 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Selain itu, gubernur menegur daerah-daerah yang belum merekomendasikan UMK

“Namun faktanya tanggal 17 November kemarin gubernur keluarkan SK UMK. Padahal banyak yang salah dan janggal. Yang pasti pemprov telah mengingkari komitmen bersama,” ungkap Jazuli setelah beraudiensi dengan Komisi E, Senin (20/11).

Jazuli menegaskan, kesalahan dalam penghitungan UMK karena hanya berdasarnya pasal 44 PP nomer 78, di mana UMK tahun 2017 ditambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Seharusnya penghitungan UMK berdasarkan pasal 63, di mana daerah-daerah di luar ring 1 yang UMK-nya Rp 1,4 – Rp 1,5 juta menyesuaikan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Sumber disparitas upah diakibatkan karena pemprov tidak cermat memahami aturan yang ada.

“Namun itu tidak diakui pemerintah, tidak gunakan formula seperti di pasal 63. Maka hal ini akan cenderung mengakibatkan disparitas upah di Jatim, memiskinkan, di mana seharusnya dapat upah di atas Rp 2 juta, tetapi dipaksa di bawah Rp 2 juta,” terangnya.

Semantara Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hartoyo menegaskan, UMK yang diprotes tersebut tidak sesuai rekom Kabupaten/Kota yang diusulkan ke gubernur. Hartoyo mengaku mengundang para pihak (buruh dan Disnakertrans) setelah kesepakatan yang dibuat tanggal 10 November kemarin. Namun surat baru nyampai pada tanggal 20 November.

Menurut mantan anggota Komisi A DPRD Jatim itu, ada penafsiran yang beda terhadap PP No 78 sehingga menjadi pedoman Pergub 75/2017.”Kenapa di DKI Jakarta bisa, di Jatim tidak bisa,” paparnya.

Politikus asal Partai Demokrat itu tidak bisa berbuat banyak karena PP No 78 yang membuat adalah pemerintah pusat. Komisi E hanya bisa berharap agar gubernur menyampaikan ke pusat agar PP direvisi karena selama ini buruh keberakatan dengan adanya regulasi itu.

“UMK tetap berlaku dan tidak dapat dipengaruhi. Jika ada revisi, mungkin ada upaya-upaya lain, “terangnya. (mdr/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO