Tafsir Al-Nahl 124: Sabtu, Ahad, Baru Jum'ah (?)

Tafsir Al-Nahl 124: Sabtu, Ahad, Baru Jum

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

Innamaa ju’ila alssabtu ‘alaa alladziina ikhtalafuu fiihi wa-inna rabbaka layahkumu baynahum yawma alqiyaamati fiimaa kaanuu fiihi yakhtalifuuna (124).

Sebelumnya telah dijelaskan soal kelebihan nabi Ibrahim A.S., termasuk perilaku kaum Bani Israel yang hobi bawel dan mengada-ada. Seperti layaknya umat beragama, Bani Israel memilih sendiri hari agung untuk peribadatan, yakni hari Sabtu. Karena banyak persoalan di hari Sabtu ini terkait kebandelan mereka, maka hari Sabtu paling banyak disebut dalam al-Qur'an.

Enam kali disebut sebagai nama hari. Satu kali disebut dengan bentuk kata kerja, di mana mereka melakukan aktifitas pada hari itu "Yawm la yasbitun" (al-A'raf: 163) dan dua kali disebut dengan makna "rehat" yang ter-cover dalam kata "subata". Jadi, aslinya makna "sabtu" itu hari istirahat, rehat dan bersantai. Ketika kita sedang tidur, itulah suasana subata, "waja'alna naumakum subata" (al-Naba': 9).

Ayat kaji ini megangkat kembali soal hari Sabtu yang disindir sebagai hari yang berat bagi kaum Yahudi yang bersengketa. Sengketa dalam arti antara mematuhi perintah Tuhan dan mengingkarinya. Mereka lebih mengedepankan adu mulut ketimbang patuh dan menjalankan syariah agama.

Soal hari sakral pada setiap agama, Alkisah menyebutkan, bahwa dulu, Allah SWT menginstruksikan kepada pemeluk agama Yahudi agar memilih satu hari dalam satu minggu sebagai hari "id", hari raya, hari besar keagamaan, di mana pada hari itu umat harus mengkhususkan diri murni beribadah, tidak boleh ada aktivitas maupun bisnis lain.

Sebagai utusan Tuhan, nabi Musa A.S. memilihkan untuk mereka hari Jum'ah, bahkan dijelaskan tentang keutamaan hari jum’ah dengan keterangan panjang lebar. Dasar bani Israel bawel, mereka mendebat sekena-kenanya dan mengajukan hari Sabtu. Alasan terdepan mereka adalah hari Sabtu adalah hari terakhir Tuhan menyelesaikan tugas penciptaan yang sudah dirancang-Nya sendiri. Dengan menjadikan Sabtu sebagai hari raya agama, diharap mendapat kesempurnaan. Musa A.S., akhirnya mengalah dan disepakati.

Kebanyakan kaum Yahudi yang tingga di daerah Ayla berprofesi nelayan. Dengan aturan tersebut, semula patuh dan tidak ada yang melaut mencari ikan pada hari Sabtu. Tuhan menguji dengan banyaknya ikan melimpah hingga melober di pinggir pantai pada hari Sabtu. Begitu datang hari Ahad, ikan menghilang. Begitu berkali-kali terjadi. Lama-lama mereka tergoda dan melaut pada hari Sabtu. Ya, memang mendapat ikan banyak, tapi dikutuk menjadi monyet.

Era nabi Isa ibn Maryam A.S., instruksi sama, agar kaumnya memilih hari sakral untuk ibadah murni tanpa aktivitas bisnis. Nabi Isa A.S. menawarkan hari Jum'ah, sebagai hari raya keagamaan, namun mereka menolak dengan alasan elitis dan ketersinggungan, "Hai Isa, kami tidak bisa terima hari raya mereka (Yahudi) jatuh setelah hari raya kita".

Isa bertanya: "Maksud Lu?".

Kaum: "Kami lebih suka hari sakral itu jatuh sesudah hari raya mereka. Maka kami pilih hari Ahad".

Mereka melanjutkan alasan: " … bahwa hari Ahad adalah hari pertama, di mana pada hari itu Tuhan memulai melaksanakan tugas penciptaan. Dengan hari utama tersebut, harapan kita mendapat keutamaan dan keistimewaan".

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO