Tafsir Al-Hajj 15-16: Tantangan Mengulur Tali ke Langit

Tafsir Al-Hajj 15-16: Tantangan Mengulur Tali ke Langit Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i.

Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie

Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.

Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Hajj': 15-16. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca.

15. Man kāna yaẓunnu allay yanṣurahullāhu fid-dun-yā wal-ākhirati falyamdud bisababin ilas-samā'i ṡummalyaqṭa‘ falyanẓur hal yużhibanna kaiduhū mā yagīẓ(u).

Siapa yang menyangka bahwa Allah tidak akan menolongnya (Nabi Muhammad) di dunia dan di akhirat hendaklah merentangkan tali ke langit-langit (rumahnya untuk mencekik lehernya), lalu memutuskan tali tersebut. Kemudian, hendaklah dia memperhatikan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan (hatinya)?

16. Wa każālika anzalnāhu āyātim bayyināt(in), wa annallāha yahdī may yurīd(u).

Demikianlah Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) sebagai ayat-ayat yang jelas dan sesungguhnya Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.

TAFSIR

Umek and usrek di kalangan kaum kafir menggunjing soal diri Rasulullah SAW yang menurut anggapan mereka sudah putus hubungan dengan Tuhan. Tuhan tak lagi sudi memberi pertolongan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga beliau bertindak sendiri tanpa restu lebih dahulu dari Tuhan.

Tidak jelas apa alasan mereka sehingga punya anggapan seburuk itu. Mungkin, umat islam pernah kalah di perang Uhud. Banyak di kalangan pengikut Rasulullah SAW yang miskin. Pernah ada kekeringan melanda Madinah dan lain-lain. Lalu, ayat ini turun sebagai jawaban sekaligus menuntut pembuktian.

Ulurkan ke atas, sambungkan pakai apa saja, sehingga bisa in connecting dengan langit. Mungkin menggunakan tali, kabel, tangga raksasa atau apa, yang penting bisa komunikasi dengan langit untuk mendengar sendiri jawaban dari langit, dari Tuhan langsung. Lalu potonglah, putuskan media itu.

Lalu perhatikan secara seksama, adakah reaksi yang nyata dari langit, sehingga kalian bisa mengerti apa yang sesungguhnya terjadi antara Tuhan dengan utusan-Nya, Muhammad SAW. Benarkah hubungan antar keduanya sudah putus, atau tidak ada isyarat apa-apa. Cuma kalian saja yang tak suka dan geregetan kepada Muhammad SAW. Ya, karena Muhammad SAW adalah utusan-Ku yang memandu umat manusia dari kegelapan menuju kebenaran.

Jelas sekali bahwa Tuhan merespons apa saja yang dilakukan oleh komunitas pembenci Nabi, kaum kafir yang durhaka dan terus memusuhi Nabi SAW. Dengan tantangan memasang sarana penghubung ke langit yang pasti tak bisa mereka lakukan, tujuannya agar mereka tidak sembarangan ngomong.

Ini, dulu pernah dilakukan oleh Fir’aun, Raja Mesir yang mengaku sebagai Tuhan kelas atas dan menafikan Tuhan Nabi Musa A.S., Allah SWT. Fir’aun menyuruh menterinya, Haman, agar membangun menara super tinggi agar bisa melihat Allah SWT.

Menara dibangun di tepian pantai dan Fir’aun naik ke puncak dengan membawa busur dan anak panah yang super tajam. Di puncak menara itu, Fir’aun mengarahkan anak panahnya ke atas dengan maksud membidik Tuhan.

Setelah melesat tinggi banget, anak panah tersebut turun kembali dan jatuh ke tanah dengan ada lumuran darah darah di bagian ujung. Fir’aun yang melihat keajaiban itu bergembira dan dengan nada congkak dia berteriak: Wahai kaumku. Lihatlah, kini, Tuhannya Musa sudah mati terkena panahku. Lalu, bedanya dengan zaman nabi apa?

Kalau pada zaman nabi, pada zaman ayat ini turun, orang kafir arab tidak satu pun ada yang melakukan atau mencoba melakukan seperti apa yang ditantangkan oleh Alqur’an. Sebab, hal itu sudah pasti tidak bisa. Akibatnya, ada yang sadar dan ada yang tetap kafir.

Sedangkan pada era Fir’aun, hal itu dilakukan dan Fir’aun mendapatkan apa yang diinginkan meskipun itu palsu. Katanya, malaikat Jibril A.S. menghadang anak panah itu dengan seekor burung. Ujung anak panah menancap mengenai burung tersebut hingga mengeluarkan darah.

Anak panah jatuh ke bawah sembari ada bekas-bekas darah di bagian ujungnya, yang oleh Fir’aun dikira mengenai bodi Tuhannya Musa, yaitu Allah SWT. Orang congkak yang tertipu oleh ulah sendiri. Itu membuatnya semakin congkak dan semakin tinggi hati. Akibatnya nanti malah semakin parah dan mengerikan.

Dengan demikian, Tuhan makin memperparah kedurhakaan Fir’aun dan tindakan kebrutalan tersebut berkonsekuensi makin parahnya siksaan atas diri Fir’aun. Begitulah, makanya, ketika Tuhan memberi kita lebih, mengabulkan cita-cita kita, maka janganlah takabbur dulu. Janganlah merasa disayang Tuhan. Jangan-jangan itu penjerumus.

Apa sih yang tidak dimiliki oleh Fir’aun. Kekuasaan tak tertandingi waktu itu, harta dan kekayaan sangat berlimpah, istana yang super mewah, kesehatan pribadi sangat prima, dan tak pernah jatuh sakit. Semua ratu kecantikan Mesir tersedia di istananya. Ya, tapi Tuhan tidak suka, lalu celaka.

Begitu halnya dengan apa yang tidak bisa kita capai. Hal itu tidak berarti Tuhan murka. Justru itu bentuk kasih sayang-Nya yang tidak kita mengerti secara baik. Bisa jadi hal demikian untuk meminimalisir beban kita kelak, siksa kita di hari akhir nanti. Tetap dan selalu berbaik sangkalah kepada Tuhan, Dzat yang maha kasih dan maha sayang.

Kemudian, pada ayat kaji berikutnya, Tuhan mengabarkan bahwa Diri-Nya telah menurunkan ayat-ayat-Nya yang sangat jelas pesannya, yakni Al-Qur’an Al-Karim. Dia pula memproklamirkan, bahwa Diri-Nya mempunyai otoritas mutlak memberi petunjuk kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki. “wa ann Allah yahdi man yurid”.

Pesannya ayat ini adalah, maka umat mansuia wajib mengambil petunjuk dari Al-Qur’an tersebut agar hidup bagus di dunia dan di akhirat. Dan sebagai manusia kita tidak boleh pasrah dan “tafwidl” tanpa usaha sama sekali.

Semisal ngomong begini: “Ya sudah-lah pasrah saja, apa mau-Nya Tuhan. Mau dijadikan mukmin atau kafir”.

Ini pasti salah besar dan bisa dibuktikan. Bahkan sebodoh-bodoh orang saja mengerti ini. Silakan anda diam saja, adakah orang yang datang memberimu makan? Adakah orang yang menyuapimu makan? Orang gila dan tidak waras saja masih usaha mendapatkan makanan, meski dengan cara yang tidak lazim.