
Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie
Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.
Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Hajj': 18. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca.
18. Alam tara annallāha yasjudu lahū man fis-samāwāti wa man fil-arḍi wasy-syamsu wal-qamaru wan-nujūmu wal-jibālu wasy-syajaru wad-dawābbu wa kaṡīrum minan-nās(i), wa kaṡīrun ḥaqqa ‘alaihil-‘ażāb(u), wa may yuhinillāhu famā lahū mim mukrim(in), innallāha yaf‘alu mā yasyā'(u).
Tidakkah engkau mengetahui bahwa bersujud kepada Allah siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi, juga matahari, bulan, bintang, gunung, pohon, hewan melata, dan kebanyakan manusia? Akan tetapi, banyak (manusia) yang pantas mendapatkan azab. Siapa yang dihinakan Allah tidak seorang pun yang akan memuliakannya. Sesungguhnya Allah melakukan apa yang Dia kehendaki.
TAFSIR
Setelah diberitahu tentang Tuhan yang maha kuasa dan kelak akan memisah-misah siapa yang beriman dan siapa yang kafir yang tentu saja akan mendapatkan balasan sesuai dengan amalnya ketika di dunia, kini Tuhan memberitahukan kepada umat manusia, bahwa yang bersujud dan tunduk kepada-Nya tidaklah hanya dari kalangan makhluk berakal saja.
Dikatakan, bahwa benda-benda mati juga bersujud kepada-Nya secara totalitas, sesuai cara masing-masing. Seperti matahari, rembulan, bintang-bintang, gunung, pepohonan, dan binatang-binatang yang melata di bumi ini. Tentu saja tak ketinggalan makhluk berakal yang mendiami langit dan bumi.
Banyak sekali manusia yang bersujud kepada-Nya, tapi banyak pula yang durhaka sehingga terkena adzab di akhirat nanti. Dinyatakan pula, bahwa orang yang terkena hinaan Tuhan dengan ditimpa adzab, maka tiada lagi penyelamat baginya. Sesungguhnya Allah SWT sangat mampu berbuat apa saja yang Dia kehendaki. “inn Allah yaf’al ma yurid”.
Ayat kaji ini diawali dengan sebuah pertanyaan yang menohok manusia, “alam tara..”. Apa anda belum tahu?”. Belum mengerti tentang benda-benda mati, seperti gunung, cacing, semut, semuanya bersujud kepada-Nya?
Tentu saja belum, karena menurut penglihatan dan akal mereka memang tidak pernah menyaksikan yang begituan.
Jadi, pengertian kata “tara” pada ayat ini tentu tidak bisa dimaknai dengan mengetahui dengan kasat mata. Itu pasti, karena benda-benda mati sebagaimana tersebut di atas tidak bisa berekspresi. Tidak bisa membungkukkan bodinya atau menempatkan sebagaiannya ke tanah dan sebagainya. Lalu, yang bisa cuma makhluk berakal, seperti malaikat, manusia, dan jin.
Untuk itu, kata “tara” harus dimaknai dengan mengetahui dengan akal fikiran (bi al-‘aql) dan hati nurani (bi al-qalb). Jadinya, kita memaknai sujudnya batu, kayu, lalat, tikus, kadal, dan lain-lain adalah sujud kepatuhan, “sujud al-inqiyad”. Hanya ketundukan belaka dan tidak harus disertai gerakan membungkuk.
Sedangkan sujudnya makluk berakal, seperti manusia adalah “sujud al-inhina”. Selain kepatuhan dan itu yang esensial, juga disertai dengan gerakan membungkuk. Sebuah simbol lahiriah yang menguatkan hasrat batiniah.
Maka kelengkapan dari itu semua, lalu diwujudkan dalam gerakan shalat yang disyari’atkan. Ada posisi berdiri menghadap dengan sopan dan sungguhan. Ada ruku’, membungkuk. Ada sujud yang rela mendelosorkan kepala mencium tanah, lebih rendah dibanding posisi pantat sendiri dan seterusnya. Itu semua disayri’atkan karena manusia normal bisa melakukan.