Tafsir Al-Hajj 17: Di Akhirat, Pemeluk Agama Dibedakan

Tafsir Al-Hajj 17: Di Akhirat, Pemeluk Agama Dibedakan Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i.

Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie

Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.

Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Hajj': 17. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca.

17. Innal-lażīna āmanū wal-lażīna hādū waṣ-ṣābi'īna wan-naṣārā wal-majūsa wal-lażīna asyrakū, innallāha yafṣilu bainahum yaumal-qiyāmah(ti), innallāha ‘alā kulli syai'in syahīd(un).

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Sabiin, Nasrani, Majusi, dan orang-orang yang menyekutukan Allah akan Allah berikan keputusan di antara mereka pada hari Kiamat. Sesungguhnya Allah menjadi saksi atas segala sesuatu.

TAFSIR

Menyambung penjelasan pada ayat sebelumnya perihal tantangan Tuhan agar manusia mengulur tali ke langit guna membuktikan: apakah Tuhan itu benar akan berbuat sesuatu teruntuk hamba-Nya yang terkasih atau diam dan tak menghiraukan. Hal ini sekaligus sebagai pembuktian adanya Sang Dia yang maha kuasa, juga kepedulian-Nya terhadap sang utusan.

Bahkan kemudian ditandaskan ada ayat-ayat suci yang turun sebagai tanda kebesaran-Nya. Namun mereka tak bergeming apa-apa, tanda tidak mampu. Lalu ayat ini memperjelas posisi masing-masing pemeluk keyakinan. Bahwa, di akhirat kelak mereka dipisah-pisahkan. Tak bercampur antara yang beriman kepada Allah SWT dengan yang lainnya. Yahudi punya grup sendiri, begitu pula yang nasrani, yang majusi, dan seterusnya.

Bisakah Tuhan melakukan pemisahan ini? Apakah masing-masing pemeluk agama itu punya ciri khas atau tanda masing-masing? Toh keyakinan itu ada di dalam hati dan tidak terekspresikan di luar?

Dan jawabannya: Tuhan pasti bisa, pasti mengerti satu per satu secara detail dan tidak pernah keliru. Ya, karena Dia sudah lama menyaksikan ulah mereka sejak di dunia. “inn Allah ‘ala kull syai’ syahid”.

Jangankan Tuhan, Rasulullah SAW sering kali menohok para munafik yang berpura-pura muslim, padahal sejatinya kafir banget. Bahkan Rasulullah SAW juga mengerti sahabat ini akan gugur di medan perang yang sebentar lagi terjadi. Sementara sahabat yang ini kembali dan selamat.

Di medan perang, ada seorang laki-laki yang oleh para sahabat dikagumi sebagai jagoan, lalu gugur. Semua meyakini sebagai mati syahid. Begitu diaporkan ke Rasulullah SAW, ternyata beliau mengelak dan dikatatan, bahwa: “dia di neraka”.

Sahabat bimbang, kemudia ramai-ramai mereriksa mayatnya. Ternyata di balik baju perangnya banyak emas, rampasan perang yang disembunyikan.

Jangankan Nabi, manusia pilihan yang dibisiki Tuhan. Beberapa orang shalih yang diberi kemakrifatan tajam saja mengerti hal-hal yang tersembunyi. Mengerti bahwa si Andrew itu muslim taat, si Janet itu muslimah taat, meski tampilan mereka modis dan trendi. Si Alimin itu sejatinya kafir, meski kesehariannya kumpul wong islam. Siti Maria itu sejatinya nasrani, meski suka berjilbab dan seterusnya.

Aura keimanan itu nyata dan sinyal ketaqwaan itu terpancar. Hati yang bersih dan pandangan yang jernih pasti bisa menangkap sinyal ini, meski si pelaku, biasanya tidak mau terbuka. Begitu pula sinyal kekafiran dan kebusukan, itu ada indikasinya.

Sama dengan yang biasa ada di antara kita sesama ahli jamaah di masjid, di mushalla. Sungguh beda antara pancaran wajah yang sering sujud dan yang tidak. Sungguh beda antara glowing wajah yang sering dibasuh air wudlu dan yang tidak. Sungguh bisa dirasakan, tapi tak bisa dibahasakan.

Di sebuah peternakan besar, ada ahli yang bertugas memisahkan antara anak ayam yang jago dan yang betina. Padahal masih bayi dan berjumlah ribuan. Itu pun tanpa melihat alat kelaminnya. Hamba-Nya saja ada yang punya ilmu begituan. Sungguh tak ada yang samar bagi-Nya. “inn Allah ‘ala kull syai’ syahid”.