Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
Walaqad jaa-ahum rasuulun minhum fakadzdzabuuhu fa-akhadzahumu al’adzaabu wahum zhaalimuuna (113). Fakuluu mimmaa razaqakumu allaahu halaalan thayyiban wausykuruu ni’mata allaahi in kuntum iyyaahu ta’buduuna (114).
BACA JUGA:
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun
- Tafsir Al-Anbiya 48-50: Fir'aun Ngaku Tuhan, Tapi Tak Mampu Melawan Ajalnya Sendiri
- Tafsir Al-Anbiya' 41-43: Arnoud Van Doorn, Petinggi Partai Anti-Islam yang Justru Mualaf
Dua ayat studi ini punya latar belakang historis yang cukup kompleks. Dari orang-orang kafir yang memusuhi Nabi, orang-orang munafik yang bermuka dua yang sangat merepotkan Nabi dan umat islam. Lalu mereka diazab karena kezaliman yang mereka lakukan.
Terhadap ayat 114, Abu Abdillah al-Qurthuby menurunkan paparan kisah terkait sasaran ayat ini. Bisa kepada orang beriman atau umum. Lebih jauh al-Qurthuby menjelaskan, bahwa ketika orang-orang kafir keterlaluan menjahati Nabi, rupanya tidak ada lagi upaya lahiriah yang bisa menghentikan kejahatan mereka itu kecuali doa dan kutukan. Nabi Muhammad SAW berdoa agar mereka ditimpa kelaparan berat.
Spontan doa dikabulkan dan singkat cerita, kekeringan, krisis melanda seantero Makkah selama tujuh tahun. Diriwayatkan, mereka hingga makan tulang dan bangkai.
Setelah tahu rasa dan sadar, para pembesar kota Makkah pimpinan Abu Sufyan tunuk-tunuk sowan kehadirat Nabi dan memohon:
"Hai Muhammad, engkau datang membawa ajaran silatur-rahim dan memaaf. Engkau sudah menyaksikan sendiri bahwa kaum-mu sungguh sengsara dan banyak yang mati kelaparan. Ya, kami sadar, ini adalah adzab atas kaum lelaki yang memusuhi kamu. Tapi bagaimana dengan para wanita dan anak-anak. Tolong berdoalah kepada Tuhanmu untuk kebaikan mereka". "Fa ud'u Allah lahum".
Lalu, Nabi berkenan mendoakan untuk mereka dan keadaan berubah, membaik dan kembali seperti semula. Nabi pun mengirim banyak makanan untuk mereka. So, apakah mereka, lantas mau memeluk islam?. Komentar al-Qurthuby di ujung kisahnya "wa hum ba'd, musyrikun". Setelah keadaan normal, mereka tetap musyrik seperti sedia kala.
Komentar pakar begini: Pertama, bahwa Nabi sama sekali tidak kecewa soal kemusyrikan mereka meskipun sudah dikutuk, diazab dan ditolong. Kedua, bahwa nabi sudah berbuat, sudah melakukan yang terbaik. Sudah berupaya dengan banyak cara, termasuk mengajak secara baik, merangkul, menyayangi, menyantuni, bahkan dengan cara yang sangat menyengsarakan. Ketiga, semua itu cara yang dibenarkan dalam dakwah islamiah dan Tuhan mengizinkan, termasuk perang. Hanya saja dibutuhkan kearifan dalam memilih kebijakan mana yang paling tepat. Keempat, kewajiban kita hanyalah berbuat yang terbaik, bukan pada hasil. Sebab hidayah mutlak hak prerogatif Tuhan.
Beranikah kalian berkata-kata buruk kepada Nabi, bahwa Nabi tidak manusiawi, tega, intoleransi, jahat, tidak rahmatan li al-alamin?
Pernah ada jenazah dihadapkan ke baginda Nabi, mohon untuk dishalati. Nabi bertanya: "adakah mayit ini punya utang?". Para sahabat menjawab: "Ya". Nabi bersabda: "Shalatilah sendiri temanmu itu".