
JOMBANG, BANGSAONLINE.com-Pesantren Tebuireng adalah pusat para pejuang dan pahlawan nasional yang jasanya sangat besar dalam memerdekakan bangsa dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Bahkan Pesantren Tebuireng menjadi pusat perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Banyak para pejuang seperti Soekarno, Jenderal Soedirman, Bung Tomo, dan pejuang lainnya, minta fatwa pada Hadratussyiakh KH Muhamamd Hasyim Ay’ari.
Demikian pemikiran yang mengemuka dalam Refleksi Malam Kemerdekaan RI ke-80 di Masjid Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur, Sabtu (16/8/2025) malam. Acara yang diawali sambutan KH Abdul Chalim Mahfudz (Gus Kikin), pengasuh Pesantren Tebuireng itu diikutii ribuan santri Teburieng.
Tampil sebagai pembicara Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto dan Prof Usep Abdul Matin, Ph.D, Ketua Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) yang juga Guru Besar Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tampak hadir KH Riza Yusuf Hasyim (Gus Riza), cucu Hadratussyaikh dan putra KHM Yusuf Hasyim, KH Luqman Hakim, mudir Pesantren Tebuireng, M Mas’ud Adnan, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE yang juga Alumnus Pesantren Tebuireng serta sejumlah ustadz pengajar di Pesantren Tebuireng.
Menurut Kiai Asep, Pesantren Tebuireng adalah pusat para pejuang dan pahlawan nasional.
“Begitu banyak yang menjadi mujahid dan pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan Republik Indonesia dan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, ” kata Kiai Asep.
Kiai Asep menjaskan, Pesantren Tebuireng tidak hanya melahirkan para pejuang kemerdekaan, tapi juga menjadi kiblat para pejuang nasional dari pusat hingga daerah. Kiai Asep mengungkap fakta bahwa Soekarno, Jenderal Soedirman, hingga Bung Tomo, dan tokoh kemerdekaan lain minta fatwa dan arahan kepada Hadratusssyaikh.
Bahkan untuk menentukan tanggal dan hari serangan perang 10 November di Surabaya pun Bung Tomo minta taushiyah lebih dulu kepada Hadratussyaikh.
Apa jawab Hadarussyaikh? “Kata Kiai Hasyim Asy’ari, nanti tunggu santri saya dari Cirebon,” kata Kiai Asep menirukan dawuh Hadratussyaikh menjawab pertanyaan Bung Tomo kapan kita akan menyerang dalam pertempuran 10 Novemer 1945 di Surabaya.
Santri yang dimaksudkan Hadratussyaikh adalah KH Abbas Abdul Jamil yang tak lama kemudian datang ke Tebuireng. Kiai Abbas Abdul Jamil memang alumnus Pesantren Tebuireng yang kemudian mendirikan pesantren di Buntet Cirebon.
Karena itu wajar jika Pemerintah Indonesia banyak menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada para kiai Tebuireng.
Menurut Kiai Asep, para kiai Tebuireng yang sudah mendapat gelar pahlawan nasional adalah Hadratussyaikh dan putranya, KH A. Wahid Hasyim.
“Pada tahun ini insyaallah Kiai Haji Muhammad Yusuf Hasyim dan Gus Dur juga akan mendapat gelar pahlawan nasional,” kata Kiai Asep.
Menurut Kiai Asep, selain Kiai Yusuf Hasyim dan Gus Dur, masih ada lagi kiai Tebuireng yang sangat layak mendapat gelar pahlawan nasional. Yaitu KH Abdul Choliq, putra Hadratussyaikh, yang juga pernah menjadi pengasuh Pesantren Tebuireng sebelum Kiai Muhammad Yusuf Hasyim.
Kiai Asep menjelaskan bahwa peran Kiai Abdul Choliq sangat besar dalam perjuangan kemerdekaan RI. Kiai Abdul Choliq yang dikenal sebagai kiai ahli kanuragan banyak berjuang bersama Kiai Yusuf Hasyim melawan penjajah dan menyelamatkan para kiai dari serangan PKI.
“Tinggal bagaimana mengungkap datanya,” kata Kiai Asep yang juga putra pahlawan nasional, KH Abdul Chalim Leumunding Majalengka Jawa Barat.
Menurut Kiai Asep, Kiai Abdul Chalim juga santri Hadratussyaikh.
“Hadratussyaikh itu guru abah saya,” jelasnya.
Kiai Asep bercerita bahwa Kiai Abdul Chalim banyak mendapat arahan dan taushiyah dari Hadratussyaikh ketika terlibat dalam proses pendirian Nadlatul Ulama (NU).
Bahkan dalam pengurus PBNU periode perdana Kiai Abdul Chalim tercatat sebaga Katib Tsani. “Saat itu Rais Akbarnya Kiai Muhammad Haji Hasyim Asy’ari, Wakilnya Kiai Haji Ahmad Dahlan Ahyat. Sedangkan Katib Awalnya, Kiai Haji Wahab Hasbullah, Katib Tsaninya, Kiai Haji Abdul Halim, abah saya,” kata Kiai Asep yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu).
Kiai Asep mengungkapkan bahwa peran Hadratussyaikh dan keluarga besar Pesantren Tebuireng sangat besar sekaligus menentukan dalam memerdekakan bangsa serta mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
“Seperti disampaikan Gus Kikin sulit membayangkan bangsa Indonesia merdeka tanpa keterlibatan Kiai Hasyim Asy’ari,” tegas Kiai Asep di depan ribuan santri Tebuireng yang meluber ke halaman masjid.
Menurut Kiai Asep, ini membuktikan bahwa peran ulama pesantren sangat besar terhadap keberadaan negara Republik Indonesia. Apalagi Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga berasal dari Pesantren Tebuireng.
“Presiden Republik Indonesia juga lahir dari Pondok Pesantren Tebuireng,” tegas Kiai Asep. Ribuan santri yang mendengarkan penuh antusias langsung bertepuk tangan bergemuruh.
Menurut Kiai Asep, ulama-ulama Pesantren Tebuireng juga menyelamatkan Indonesia, terutama Jawa Timur, dari cengkeraman internasionalisasi komunis. Kiai Asep lalu mengungkap perjuangan Kiai Muhammad Yusuf Hasyim dalam menyalamatkan Madiun.
Menurut Kiai Asep, saat itu tokoh-tokoh komunis seperti Aidit dan tokoh-tokoh PKI lainnya mau menjadikan Madiun sebagai bagian dari Uni Sovyet. Tapi berkat keberanian dan perjuangan Kiai Muhammad Yusuf Hasyim itu upaya itu bisa digagalkan. Karena itu Kiai Asep sepakat untuk mengubah nama Jalan Irian Jaya Jombang menjadi Jalan KH Muhammad Yusuf Hasyim agar ada tetenger atau monumen sejarah bagi bangsa Indonesia.
Kiai Asep juga mengungkap bahwa tujuan NU berdiri bertujuan kemerdekaan Republk Indonesia.
“Itu resmi dan ada sumber primernya,” tegas kiai miliarder tapi dermawan itu.
Menurut Kiai Asep, ada dua tujuan NU berdiri. Pertama, untuk mempertahankan dan mengembangkan ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja).
Kedua, untuk kemerdekaan bangsa Indonesia.
Menurut Kiai Asep, saat itu di Hijaz terjadi pemusnahan situs-situs Islam dan pemberangusan ajaran Aswaja. Bahkan makam Nabi Muhammad terancam dimusnahkan oleh pemerintah Hijaz yang saat itu dipimpin Raja Abdul Aziz.
Para kiai pesantren - dibawah arahan Hadratussyaikh - kemudian rapat di Surabaya. “Ada sekitar 65 kiai,” kata Kiai Asep. Yang membuat surat undangan untuk para kiai itu adalah KH Abdul Chalim dan KH Abdul Wahab dibawah arahan Hadratussyaikh.
Para kiai itu sepakat membentuk Komite Hijaz. Komite inilah yang akan berangkat ke Hijaz untuk mengantarkan surat kepada Raja Hijaz Abdul Aziz. Isi surat tersebut adalah permohonan agar situs-situs Islam tidak dihancurkan. Begitu juga ajaran madzhab empat atau Aswaja tidak dilarang atau tetap diperbolehkan diajarkan di Hijaz.
Namun saat pembahasan delegasi itu tiba-tiba muncul kekhawatiran. “Kalau atas nama komite, panitia, apakah panitia itu bisa diterima oleh Raja Hijaz,” kata Kiai Asep.
Menurut Kiai Asep, atas usul Kiai Mas Alwi Asal Surabaya, para kiai kemudian sepakat bahwa delegasi yang akan menghadap ke Raja Hijaz Abdul Aziz Ibnu Saud itu dinamakan Nahdlatul Ulama atau NU.
Nah, sejak itulah NU berdiri. Dan alhamdulillah delegasi NU itu mendapat respons positif Raja Hijaz Abdul Aziz. Pemusnahan situs-situs Islam dihentikan sehingga makam Rasulullah SAW pun selama sampai sekarang.
Begitu juga paham di luar Wahabi diperbolehkan diajarkan.
“Itu yang memperjuangkan adalah Hadratussyaikh Kiai Haji Hasyim Asy’ari. Jadi sejak dulu NU sudah terlibat dan merespons masalah internasional, ” tegas Kiai Asep.
Sekarang, tegas Kiai Asep, para santri Tebuireng dan juga santri lainnya harus meneruskan perjuangan Haratussyaikh.
“Kita harus mewujudkan cita-cita Hadratussyaikh, yaitu mewujudkan Indonesia maju, adil dan makmur,” kata kiai miliarder tai dermawan itu.