Walhi: Tambang Pasir Lumajang Rugikan Negara Rp 11,5 T

Walhi: Tambang Pasir Lumajang Rugikan Negara Rp 11,5 T Tambang pasir ilegal di Lumajang

LUMAJANG, BANGSAONLINE.com - Penambangan pasir besi ilegal di Lumajang berpotensi merugikan negara atau lost potential sebesar Rp 11,5 triliun. Hal tersebut berdasarkan dari perhitungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur. Nominal tersebut dihitung dari jumlah truk pasir besi yang keluar membawa muatan sebanyak 35 ton setiap truk dengan rata-rata jumlah truk yang beroperasi sebanyak 500 unit per hari.

"Kami menghitung potensi kerugian negara sebesar Rp 11,5 triliun karena praktek penambangan pasir besi ilegal diduga berlangsung sejak tahun 2011 hingga 2015 atau selama lima tahun terakhir," kata Direktur Eksekutif Walhi Jatim, Ony Mahardika kepada wartawan, Kamis (15/10).

Ditambahkan, berdasarkan investigasi di lapangan, jumlah truk yang mengangkut pasir besi di Desa Selok Awar-awar berkisar 270-300 truk per hari. Padahal, lanjut Ony Mahardika, penambangan pasir ilegal di pesisir pantai juga terjadi di Desa Bago, Pandanwangi, dan desa lainnya yang diprediksi jumlah truk yang beroperasi lebih dari 500 unit per hari. Angka tersebut merupakan kalkulasi yang paling rendah dengan asumsi penambangan liar yang dilakukan penambang hanya berupa pasir besi saja, sedangkan pasir untuk bahan bangunan belum dihitung.

"Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tercatat harga pasir besi di Lumajang sebesar Rp36 dolar Amerika Serikat per ton," katanya.

Dengan menggunakan rumus sederhana, sambung Ony Mahardika, rata-rata sehari terdapat 500 unit truk yang membawa pasir besi dan setiap truk mampu mengangkut sebanyak 35 ton pasir. Sehingga dalam hitungan satu tahun terdapat 6.387.500 ton pasir besi yang keluar dari Lumajang.

"Jika dihitung dengan rupiah dan kurs dolar sebesar Rp10.000 maka harga pasir besi 36 dolar AS per ton dalam satu tahun mencapai Rp2,3 triliun. Kalau dihitung selama lima tahun maka kerugian negara mencapai Rp11,5 triliun," paparnya.

Dengan demikian, kerugian Kabupaten Lumajang dalam 5 tahun terakhir mencapai Rp11,5 triliun dan angka tersebut setara dengan jumlah APBD Lumajang selama 9 tahun dengan estimasi per tahun sebesar Rp1,3 triliun.

"Nilai tersebut cukup besar, sehingga tambang pasir besi ilegal itu tidak mungkin hanya melibatkan kepala desa saja, namun ada perusahaan yang lebih besar dan korporasi yang terlibat dalam kasus terbunuhnya Salim Kancil dan penganiayaan Tosan," katanya. (tar/sho)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO