Direktur LBH Fajar Trilaksana Apresiasi Sosialisasi RUU KUHP Kanwil Kemenkumham Jatim

Direktur LBH Fajar Trilaksana Apresiasi Sosialisasi RUU KUHP Kanwil Kemenkumham Jatim Direktur YLBH Fajar Trilaksana, Andi Fajar Yulianto, bersama para OBH saat ikuti sosialisasi RUU KUHP. Foto: Ist

GRESIK, BANGSAONLINE.com - Direktur YLBH Fajar Trilaksana, Andi Fajar Yulianto, mengapresiasi Sosialisasi RUU KUHP yang dilakukan Kanwil Kemenkumham Jatim. Kegiatan ini berlangsung di Ruang Raden Wijaya, Kantor Kemenkumham Jatim.

"Peserta yang ikut 65 Organisasi Bantuan Hukum (OBH) terakreditasi se -Jawa Timur. Salah satunya, YLBH Fajar Trilaksana. Sosialisasi dibuka langsung Dr. Subianta Mandala, SH.,LL.M, selaku Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM," kata Fajar kepada BANGSAONLINE.com, Sabtu (24/9/2022).

Menurut dia, dalam sosialisasi ini disebutkan bahwa kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang selama ini digunakan adalah peninggalan Pemerintah Belanda (WVs.NI).

"Asalnya dari regulasi Code Penal Perancis. Sudah berlaku di Indosesia sejak tahun 1918 atau sejak abad 17. Dalam perjalananan waktu KUHP tersebut mengalami perubahan perubahan/revisi secara parsial," tutur Sekretaris DPC Peradi Gresik ini.

Sedangkan proses evolusi KUHP, kata Fajar, di Indonesia dimulai sejak tahun 1963 dalam seminar Nasional I yang merekomendasikan adanya rancangan Kodifikasi Hukum Pidana.

Kemudian, di tahun 1973 dapat konsep buku I (ketentuan umum). Lalu tahun 1977 lahir konsep buku II (tentang kejahatan). Adapun buku III (tentang pelanggaran).

"Terus berlanjut proses perubahan 1979 sampai ditahun 1993 mendapatkan konsep ketentuan pidana di luar KUHP yang pada tahun 2015 konsep ini diserahkan pada DPR RI," jelasnya.

Selanjutnya, pada akhir perjalanan RUU KUHP masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) jangka menengah di tahun 2020 - 2024.

"Namun, saat itu masih terus terjadi dinamika suara-suara dengan nada protes terhadap RUU KUHP ini. Hingga Presiden RI, Joko Widodo memerintahkan agar semua lembaga yang berkompeten agar mengadakan sosialisasi lagi," bebernya.

"Untuk menindaklanjuti arahan dan perintah presiden tersebut untuk kesekian kalinya Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Propinsi Jawa Timur Sosialisasi Rancangan Undang Undang Kitab Undang Undang Hukum Pidana ( RUU KUHP)," sambung Fajar.

Lebih jauh Fajar menyatakan, dalam Sosialisasi RUU KUHP, Subianta Mandala, menyebutkan sosialisasi RUU KUHP sudah berulang kali dilaksanakan oleh berbagai lembaga dan element masyarakat. Namun karena masih bermuncukan kritik disana sini mengenai isu-isu yang dirasa perlu perbaikan rumusan.

Sehingga, atas petunjuk langsung oleh pimpinan pusat maka melalui Kanwil Kemenkumham se-Indonesia dilakukanlah sosialisasi ulang.

"Hal ini agar nantinya ketika disahkan menjadi Undang-undang dapat meminimalisir adanya resistensi dalam masyarakat," tuturnya.

Dikatakan Fajar, menurut Subianta Mandala, bahwa KUHP yang selama ini dipakai sudah tidak lagi strategis diterapkan, karena alasan filosofis, sosiologis, serta perkembangan.

"Sehingga diperlukan sebuah keharusan perubahan dan trobosan kelahiran Undang Undang baru sebagai bentuk pembaharuan hukum," tuturnya.

Fajar menambahkan, bahwa sosialisasi ini perlu lebih dimasifkan karena upaya menyerap aspirasi masyarakat atas pasal-pasal yang banyak mendapat perhatian.

Ia lantas mengungkapkan, sejak September 2019 yang sedianya RUU KUHP disahkan namun gagal, karena adanya banyak kalangan, mulai akademisi, praktisi, kementerian/lembaga, LSM, dan mahasiswa yang mengkritisi.

"Mereka menganggap masih banyaknya pasal yang kurang jelas dan bahkan potensi diskriminatif dan potensi terjadinya kriminalisasi," ungkapnya.

Juga tidak kalah penting, masih kata Fajar, setiap rancangan perundangan pasti ada Naskah Akademik (NA).

"Naskah inilah sebetulnya kami juga ingin mengerti dan tahu, tapi sayang selama ini kami selaku penggiat dan salah satu elemen yang ada tidak pernah diberikan. Makanya, kami harapkan digencarkannya sosialisasi secara masif agar dapat lebih menyempurnakan RUU KUHP," pungkasnya. (hud/mar)