Presiden Jokowi Bapak Tol Sumatera, Hasta Karya BUMN Infrastruktur Raksasa

Presiden Jokowi Bapak Tol Sumatera, Hasta Karya BUMN Infrastruktur Raksasa Dahlan Iskan

Ada juga keinginan tol baru dari Pekanbaru ke Padang. Lalu, dari Tebing Tinggi ke Sibolga. Lewat Parapat dan Danau Toba.

Semua tuntutan baru itu disetujui. Mulai juga dibangun. Padahal, ekonomi lagi sulit. Fokus trans-Sumatera jadi terbelah.

Kalau saya disuruh memutuskan, rasanya juga bingung. Mendahulukan tambahan-tambahan tadi atau meneruskan dulu jalur utama Lampung sampai Aceh.

Harus saya akui tambahan-tambahan tadi, secara ekonomi, memang lebih baik. Padang–Pekanbaru, misalnya, pasti lebih gemuk daripada Jambi–Pekanbaru. Demikian juga Palembang–Lubuk Linggau akan lebih ramai daripada Pekanbaru ke Rengat.

Pun Tebing Tinggi–Parapat akan lebih hidup. Lewat Siantar dan Toba. Sekarang ini untuk ke Danau Toba seperti penderita Covid yang saturasinya tinggal 75. Megap-megap kena jepitan konvoi truk.

Jalur Padang–Pekanbaru itu sekaligus akan menambah keekonomian jalan tol yang sudah jadi. Yang masih sepi itu: Pekanbaru–Dumai.

Demikian juga Lubuk Linggau–Palembang. Akan menambah traffic jalur yang masih sepi di Palembang–Lampung.

Secara ekonomi jalur-jalur godaan itu bisa menambah keekonomian tol yang masih sunyi. Saya sudah menjelajah semua jalur yang saya sebut di atas. Waktu itu. Dengan penuh dendam: kapan potensi Sumatera itu bisa benar-benar jadi sumber baru pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Begitu besar proyek tersebut. Begitu tinggi ambisi itu. Untuk menyelesaikan semua itu, kelihatannya memang tidak cukup dua periode kepresidenan. Dengan atau tanpa Covid-19.

Meski begitu, Presiden Jokowi akan tetap dikenang sebagai Bapak Tol Sumatera –satu wilayah yang menangnya di pemilu hanya tipis di situ.

Tentu nama Hutama Karya (HK) juga akan abadi di situ. HK-lah yang ditunjuk untuk membangun semua itu.

Kenapa HK?

Tinggal HK-lah infrastruktur yang masih 100 persen dimiliki negara. Selebihnya sudah berstatus perusahaan publik. Itu mirip dengan mengapa Inalum yang ditunjuk untuk menjadi leader pengambilalihan Freeport.

Dulu infrastruktur yang paling duafa adalah Waskita Karya. Nyaris bangkrut. Lalu, berhasil diselamatkan tanpa uang negara. Setelah itu, menjadi raksasa –dan kini Si Raksasa lagi sempoyongan. Asetnya sih sangat besar. Tapi, utangnya tidak kalah besar.

Di masa Waskita berjaya itu, HK masih tergolong duafa –meski tidak dalam posisi bahaya. Kini HK menjadi raksasa baru dengan proyek begitu masifnya.

Besar belum tentu enak. Dirut Hutama Karya –Ir Budi Harto– harus berpikir keras: fokus menyelesaikan jalur utama Lampung–Aceh atau menyelesaikan godaan-godaan itu lebih dulu. Rasanya tidak mungkin dua-duanya. Saturasi Budi Harto kini tinggal 85. Kalau harus menyelesaikan dua-duanya, orang Sragen yang alumnus teknik sipil UNS Solo itu perlu tambahan tabung oksigen di sebelahnya. (*) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Emak-emak di Surabaya Kecewa Tak Bisa Foto Bareng Jokowi':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO