Gandeng Dewan Pers, Kemen PPPA Gelar Sosialisasi Pemberitaan Ramah Anak

Gandeng Dewan Pers, Kemen PPPA Gelar Sosialisasi Pemberitaan Ramah Anak Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh saat memberikan pemaparan. foto: YUDI ARIANTO/ BANGSAONLINE

6. Anak yang menjadi korban pornografi;

7. Anak dengan HIV/AIDS;

8. Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan;

9. Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis;

10. Anak korban kejahatan seksual;

11. Anak korban jaringan terorisme;

12. Anak penyandang disabilitas;

13. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran;

14. Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan

15. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi orangtuanya.

Pedoman Pemberitaan Ramah Anak sesuai Peraturan No. 1/Peraturan-DP/II/2019 Tanggal 9 Februari 2019:

1. Wartawan merahasiakan identitas anak dalam memberitakan informasi tentang anak khususnya yang diduga, disangka, didakwa melakukan pelanggaran hukum atau dipidana atas kejahatannya.

2. Wartawan memberitakan secara faktual dengan kalimat/narasi/visual/audio yang bernuansa positif, empati, dan/atau tidak membuat deskripsi/rekonstruksi peristiwa yang bersifat seksual dan sadistis.

3. Wartawan tidak mencari atau menggali informasi mengenai hal-hal di luar kapasitas anak untuk menjawabnya seperti peristiwa kematian, perceraian, perselingkuhan orangtuanya dan/atau keluarga, serta kekerasan atau kejahatan, konflik dan bencana yang menimbulkan dampak traumatik.

4. Wartawan dapat mengambil visual untuk melengkapi informasi tentang peristiwa anak terkait persoalan hukum, namun tidak menyiarkan visual dan audio identitas atau asosiasi identitas anak.

5. Wartawan dalam membuat berita yang bernuansa positif, prestasi, atau pencapaian, mempertimbangkan dampak psikologis anak dan efek negatif pemberitaan yang berlebihan.

6. Wartawan tidak menggali informasi dan tidak memberitakan keberadaan anak yang berada dalam perlindungan LPSK.

7. Wartawan tidak mewawancarai saksi anak dalam kasus yang pelaku kejahatannya belum ditangkap/ditahan.

8. Wartawan menghindari pengungkapan identitas pelaku kejahatan seksual yang mengaitkan hubungan darah/keluarga antara korban anak dengan pelaku. Apabila sudah diberitakan, maka wartawan segera menghentikan pengungkapan identitas anak. Khusus untuk media siber, berita yang menyebutkan identitas dan sudah dimuat, diedit ulang agar identitas anak tersebut tidak terungkapkan.

9. Dalam hal berita anak hilang atau disandera diperbolehkan mengungkapkan identitas anak, tapi apabila kemudian diketahui keberadaannya, maka dalam pemberitaan berikutnya, segala identitas anak tidak boleh dipublikasikan dan pemberitaan sebelumnya dihapuskan.

10. Wartawan tidak memberitakan identitas anak yang dilibatkan oleh orang dewasa dalam kegiatan yang terkait kegiatan politik dan yang mengandung SARA.

11. Wartawan tidak memberitakan tentang anak dengan menggunakan materi (video/foto/status/audio) dari media sosial.

12. Dalam peradilan anak, wartawan menghormati ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. (ian/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO