Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag. . .
Wakulla insaanin alzamnaahu thaa-irahu fii ‘unuqihi wanukhriju lahu yawma alqiyaamati kitaaban yalqaahu mansyuuraan (13). Iqra/ kitaabaka kafaa binafsika alyawma ‘alayka hasiibaan (14).
BACA JUGA:
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun
- Tafsir Al-Anbiya 48-50: Fir'aun Ngaku Tuhan, Tapi Tak Mampu Melawan Ajalnya Sendiri
- Tafsir Al-Anbiya' 41-43: Arnoud Van Doorn, Petinggi Partai Anti-Islam yang Justru Mualaf
Ayat sebelumnya bertutur soal servis Tuhan yang menjadikan waktu siang dan malam secara gilir gumanti, tepat, tanpo suloyo. Tujuannya untuk memberi kesempatan seluas-luasnya bagi umat manusia untuk bertobat dan memperbanyak amal ibadah.
Lalu ditutur pula soal anugerah tak terhingga, berupa rezeki dan kesehatan sebagai piranti hidup. Juga diberi kitab suci yang memuat segala sesuatu (fassalnah tafsila), agar mereka terarah ke kebahagiaan hidup hakiki, di dunia, dan di akhirat.
Disambung ayat kaji ini yang membicarakan soal hari akhir nanti, di mana manusia diberi buku catatan amal lengkap yang dikalungkan di leher setiap orang (kulla insan). Dan mereka pasti bisa membaca sendiri, walau di dunia tak mengerti huruf, tak bisa baca.
Gambarannya kayak akhir semester dan kenaikan kelas. Masing-masing murid bakal menerima raport berisikan nilai setiap pelajaran. Semua prestasi akademik dan perilaku selama mengikuti proses belajar-mengajar dicatat semua, termasuk bolos dan izin sakit. Masing-masing ada nilainya sesuai keadaan tanpa ada yang dizalimi. Tentunya, ada keputusan akhir yang ditandatangani oleh kepala sekolah, naik kelas atau tidak, lulus atau tidak.