Tafsir Al-Isra 7: Syari'ah Islam di Rumah Sakit

Tafsir Al-Isra 7: Syari Ilustrasi: Rumah Sakit (RS) Islam Sultan Agung Semarang, Penerima Sertifikasi Syariah MUKISI. foto: RSI Sultan Agung.

Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag. . .   

In ahsantum ahsantum li-anfusikum wa-in asa'tum falahaa fa-idzaa jaa-a wa’du al-aakhirati liyasuu-uu wujuuhakum waliyadkhuluu almasjida kamaa dakhaluuhu awwala marratin waliyutabbiruu maa ‘alaw tatbiiraan (7).

Kasus seorang asisten dokter anestesi yang dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap seorang pasien wanita bisa dikomentari dari berbagai sisi. Kajian tafsir ini tertarik menyorot dari perspektif syariah islam yang rujukannya wahyu, Kitabullah wa Sunnah Rasulih.

Seperti diunggah dalam berita, bahwa si asisten dokter terang-terangan mengaku terangsang ketika melihat sebagian tubuh si pasien yang gemulai dan terbuka saat selesai operasi. Kemudian spontan melampiaskan isengnya yang tidak terpuji. Kita ambil hikmahnya.

Bahwa, apapun dalihnya, hubungan antara lelaki dan perempuan yang bukan mahram itu wajib diatur. Persinggungan lawan jenis ini telah diatur secara sempurna oleh syariah Islam, detail, dan bagus, meliputi ruang, sosok pelaku, batasan, keperluan, dan lain-lain.

Pertama, keperluan. Tanpa ada keperluan primer, pria dan wanita bukan mahram dilarang bersinggungan. Sekadar berada di tempat sepi, meski tidak melakukan apa-apa, meski sama-sama menyimak layar HP masing-masing, tanpa berdekatan, tanpa persinggungan, tanpa tegur sapa, dilarang oleh agama. Persoalan bukan pada apa-apa dan tidak apa-apa, melainkan lebih kepada tindakan preventif dan jaga-jaga. Dalam syari'ah, inilah yang disebut, "sadd al-dzari'ah".

Sumber: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO