Tafsir Al-Isra 1: Malam, Waktu Kerjanya Jin Bayaran

Tafsir Al-Isra 1: Malam, Waktu Kerjanya Jin Bayaran Ilustrasi

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie M.Ag. . .   

Subhaana alladzii asraa bi’abdihi laylan mina almasjidi alharaami ilaa almasjidi al-aqshaa alladzii baaraknaa hawlahu linuriyahu min aayaatinaa innahu huwa alssamii’u albashiiru (1).

"… alladzii asraa bi’abdihi laylan ". "asra" adalah bentuk ruba'iy, kata kerja empat huruf berumpun pada bentuk tsulatsy mujarrad, kata kerja tiga huruf, "sara, yasry", bermakna "berjalan, memeperjalankan". Dalam al-Qur'an, kata ini lazim digandeng dengan waktu malam (lail), seperti " wa al-lail idza yasri" (al-Fajr:4). Jadinya, kata ini khusus membahasakan perjalanan malam.

Malam, selain waktu tenang dan istirahat, malam juga waktu yang penuh misteri. Sinar matahari adalah energi bagi seluruh makhluq hidup sehingga bergerak dinamik dan berkembang. Tumbuhan akan lebih produktif, mekar, dan berbuah manakala mendapat asupan sinar matahari yang cukup. Manusia dan makhluq hidup lainnya, umumnya juga demikian.

Lalu, di malam hari, semua pengguna sinar mentari menjadi istirahat demi menenangkan diri, menghimpun energi untuk beraktivitas esok hari. Bahkan ada dedauan tertentu yang mingkup, berdekapan satu dengan lainnya. Daun-daun itu mulai tidur saat mentari tenggelam di tempat peraduannya hingga pagi hari. Lalu bangun kembali dengan segar dan ceria ketika matahari mulai terbit.

Subhanallah, tanpa punya mata, tanpa punya akal, daun-daun itu berdisiplin tinggi, mengerti kapan waktunya kerja dan kapan waktunya bersujud di hadapan sang Khaliq.

Tentu saja, hukum dunia tidak mutlak-mutlakan. Ada yang dibalik, justru beberapa makhluq hidup malah aktif pada waktu malam, sementara siang hari pasif dan istirahat. Seperti burung hantu, kelelawar, musang, serigala, utamanya para jin dan dedemit lainnya.

Begitu halnya para dukun, tukang santet, dan para kiai. Terkait disiplin masing-masing, mereka justru aktif di malam hari. Bedanya, para dukun dan tukang santet bermantra kerjanya mengirim tenung atau menolak serangan gaib, tapi kalau kiai bersimpuh di malam hari dengan shalat tahajjud, beristighfar, dan munajah.

Sesuai kodratnya, jin (Jinn, arab) maknanya gelap, sehingga wong Jowo menyebutnya lelembut atau makhluk halus atau barang yang tidak kasat mata. Kata "Jann, janna", dalam al-Qur'an identik dengan sifat waktu malam (lail), "falamma jann 'alih al-lail.." (al-An'am:76). Untuk itu, secara fisis, jin yang low energi hanya bisa nampak di malam hari, di mana energi waktu malam memang rendah. Meski demikian, itu cukup susah bagi jin yang mau nampak. Jin tidak bisa nampak di siang hari atau dalam penerangan cahaya yang sangat kuat, hancur atau parah berat.

Jika dipertanyakan, kenapa para tukang sihir, para dukun musyrik hanya kerja pada malam hari? Hal itu karena sangat terkait dengan kesempatan para jin bayaran yang disewa untuk mengantarkan tenung yang dikirim kepada orang tertentu. Jin hanya bisa kerja di malam hari dengan sangat lihai dan rahasia. Bayarannya tentu bukan uang, melainkan akidah dan keimanan.

Selanjutnya, Jin diberi kemampuan mengubah dimensi benda-benda fisis seperti jarum, paku, pecahan kaca menjadi nonfisis yang sangat lembut sehingga mudah dibawa terbang dan dimasukkan ke perut sasaran secara misteri. Setelah itu, cukup dibiarkan saja benda-benda fisis tersebut berubah menjadi fisis kembali seperti semula. Di dalam perut, benda santet itu sangat menyakitkan.

Meski demikian, sifatnya tetap dominan mantra nan gaib. Maka benar tidak terdeteksi oleh kecanggihan teknologi sehingga hasilnya nol tanpa penyakit. Jika benar demikian, maka pengobatannya kembali kepada nonfisis dan harus dilawan dengan kalimah thayibah, ayat-ayat suci, ruqyah nabawiyah oleh para ahli.

"..Laila", waktu malam, di mana obyek yang ditembak dengan sihir -biasanya - dalam keadaan lemah dan kosong, karena sedang tidur. Maka tidak heran, jika sore hari masih nampak sehat, tapi bangun tidur, tiba-tiba sakit mendadak. Itulah, maka agama memberi resep agar membaca-baca bacaan proteksi sebelum tidur, termasuk membaca ayat kursi, surah al-Falaq dan al-Nas, selain bacaan rutin " Bismik Allahumm ahya wa bi ismik amut".

Atas dasar hukum fisis ini, benarlah jika Allah SWT memeperjalankan hamba-Nya, Rasulullah Muhammad SAW dalam ekspedisi al-isra' wa al-mi'raj pada malam hari, meskipun Tuhan sangat kuasa memeperjalankan pada siang hari. Anda yang melakukan perjalanan malam, tentu terasa lebih nyaman, lancar dan jauh lebih cepat dibanding perjalanan siang yang banyak hambatan.

Itu artinya, meskipun Tuhan serba bisa segala-galanya, tapi tetap menepati sunnah-Nya, tetap disiplin mematuhi hukum alam yang dibuat-Nya sendiri. Adalah beberapa pelajaran berharga bagi umat manusia yang bisa dipetik dari gaya Tuhan ini, antara lain:

Pertama, agar dalam menggapai suatu tujuan tetap menempuh ikhtiar lahiriah, melakukan upaya-upaya lumrah sesuai kaedah kehidupan fisik, meski nanti ada kejutan-kejutan yang luar biasa melampaui fisis.

Kedua, meski seseorang sedang serba kuasa dan serba bisa, maka tetaplah berlaku wajar-wajar saja, tidak congkak dan tidak memanerkan kedigdayaan. Ketiga, demi lebih mudahnya mencapai tujuan dengan efektif dan efesien, seorang mukmin mesti pandai memfaatkan fasilitas sekecil apapun. Jika ada jalan tol atau ada jalan alternatif yang lebih representatif, maka manfaatkanlah. 

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO