SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pasca pemerintah resmi membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui Perppu, diskusi dan bedah buku terkait kelebihan dan kekurangan sistem Khilafah yang ditawarkan HTI mulai marak. Bahkan kegiatan tersebut juga menyasar berbagai kampus di Surabaya yang selama ini dikenal sebagai basis perekrutan anggota HTI Jatim.
Diskusi dan bedah buku yang digelar fakultas ilmu sosial politik Univeritas Airlangga Surabaya dengan tema bergerak menakar dan menimbang khilafah menghadirkan Ainur Rofiq Al Amin pengarang buku berjudul "Khilafah HTI Dalam Timbangan" dan Muhammad Sofi Mubarok pengarang buku "Kontroversi Dalil-Dalil Khilafah". Diskusi ini juga menghadirkan dosen Hubungan Internasional Badruz Zaman dari Univeritas Indonesia dan Joko Susanto dosen Sospol Unair Surabaya sebagai pembedah.
BACA JUGA:
- Hanan Attaki Ceramah pada Kajian Jumat, Mahathir Beberkan Alasan Penolakannya Dahulu
- Pemerintah Bernyali Besar, Syukur Tak Hanya Berani melawan HTI-FPI, Revolusi Energi (2)
- Gus Ali Suwuk Kepala Ustadz Abdul Somad, Cak Firman Ungkap Jejak Digital UAS Dukung HTI-Khilafah
- Syiah Salat Cuma Tiga Waktu, Hizbut Tahrir bolehkan Cium Cewek Bukan Muhrim, Ini Alasannya
Joko Susanto mengatakan bahwa pola gerakan HTI ada kemiripan dengan gerakan Lenin (marxisme) dalam hal barisan pelopor, sehingga memiliki ketertarikan terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) cemerlang dan berpendidikan tinggi untuk direkrut sebagai anggota.
"Tapi untuk memastikannnya patut dilakukan riset yang lebih mendalam," jelas anggota departemen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial Politik Unair Surabaya ini.
Ia juga mengungkap kontradiksi negara-negara demokrasi seperti Indonesia dan Turki yang sengaja diincar sebagai basis tumbuh kembangnya HTI. Padahal mereka sejatinya tidak mau mengakui sistem negara selain khilafah.
"Demokrasi adalah induk semang terbaik karena strategi non kekerasan HTI hanya bisa tumbuh di iklim demokrasi. Indonesia hendak dijadikan sebagai basis HTI karena setelah tahun 2000 kran keterbukaan dibuka dan kontrol pemerintah longgar, sehingga HTI berani menggelar kongres internasional sebanyak dua kali di Indonesia," tegas Joko.
Dosen muda ini juga mendukung upaya pemerintah membubarkan HTI. Namun Joko masih mengkhawatirkan ideologi tersebut bisa berkembang di sela-sela masyarakat setiap saat jika pemerintah tidak mampu melakukan dekontruksi jawaban-jawaban HTI yang selama ini coba dihadirkan sebagai jawaban alternatif atas persoalan bangsa.
"Diskusi dan bedah buku seperti ini sangat penting, apalagi penulisnya mantan anggota HTI sehingga tahu betul kontradiksi di internal, cacat logika HTI, serta dalil-dalil hukum Islam yang cacat digunakan oleh HTI," bebernya.
Joko juga meyakini semua anggota HTI yang memiliki pola berpikir logis, kritis dan multiperspektif pasti akan mengalami kontradiksi terhadap pemikiran HTI yang selama ini hanya menggunakan pendekatan single mainded. Terbukti, banyak teman yang dulunya anggota HTI sekarang keluar karena merasa ada kontradiktif pemikiran dengan realitas di lapangan.