Hadiatmoko dan Anton Setiadji Pimpin Partai Politik, Bukti Pengaruh TNI/Polri Masih Kuat di Politik

Hadiatmoko dan Anton Setiadji Pimpin Partai Politik, Bukti Pengaruh TNI/Polri Masih Kuat di Politik Muhammad Hailuki, Koordinator Puslabpol

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Di masa orde baru, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) diberi peran penting dalam bidang sosial politik (Sospol). Tak heran di masa itu tentara sangat berpengaruh dalam kehidupan politik di tanah air. Pasca berakhirnya orde baru dan mulainya era reformasi, fungsi sospol dihapuskan secara resmi oleh pemerintah. Namun, bukan berarti pengaruh tentara hilang. Nyatanya saat ini banyak partai yang merekrut mantan purnawirawan TNI/Polri dalam dunia politik. Bahkan sejumlah partai didominasi oleh figur mantan jenderal.

Terbaru, di Jawa Timur ada dua mantan Kapolda Jatim yang memimpin partai politik. Mereka adalah Irjen pol (purn) Hadiatmoko yang menjadi Ketua Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Jatim dan Irjen Pol (purn) Anton Setiadji yang menjadi Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Beringin Karya atau Partai Berkarya Jatim.

Koordinator Pusat Laboratorium Politik (Puslabpol), Muhammad Hailuki menilai sosok Hadiatmoko dan Anton Setiadji memimpin partai politik di tingkat Jawa Timur membuktikan TNI/Polri masih punya pengaruh kuat di dalam dunia politik. Sekalipun, keduanya sudah tidak aktif di Kepolisian, pengaruh dan jaringannya masih diperhitungkan.

“Selain pengaruh dan jaringan, Polda Jatim itu tipe A, tidak sembarang perwira tinggi bisa menjadi Kapolda Jatim. Karena itu, hanya sosok yang punya leadership (kepemimpinan) kuat yang dipilih memimpin Polda Jatim,” terang pria yang akrab disapa Luki itu, Kamis (18/5).

Pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta ini mengingatkan, polisi punya instrument territorial berupa Babinkamtibmas yang jangkauannya hingga ke tingkat desa. Ini potensi yang luar biasa karena Babinkamtibmas yang membina jaringan dengan simpul-simpul massa.

Alumni Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) ini berpendapat, baik Hadiatmoko maupun Anton Setiadji sebagai purnawirawan Pewira Tinggi Polri bisa merangkul massa dari kalangan keluarga besar Polri. Namun, keduanya harus bersaing mendapat suara dan pengaruh dari keluarga besar polri, mengingat sumber suara tersebut berasal dari ceruk yang sama.

“Polisi punya instrument Babinkamtibmas yang mempunyai simpul-simpul di akar rumput. Kalau saat menjadi Kapolda, simpul-simpul massa ini dibina dengan baik, maka bisa dimaksimalkan untuk menjadi jangkar yang menyentuh massa akar rumput,” beber alumni Magister Ilmu Politik Unas tersebut.

Terpisah, pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Fahrul Muzaqqi melihat fenomena dua mantan Kapolda Jatim yang menjadi ketua partai lepas purna tugas adalah suatu hal yang sah. Karena selepas pensiun mereka bebas menentukan langkah, termasuk masuk dunia politik.

Namun secara normatif bisa agak kontroversial karena ada potensi intervensi, mengingat sebagai orang yang pernah memegang tongkat komando kepolisian di Jawa Timur, pastinya mereka masih punya pengaruh di Jatim. Meski ini pun tidak ada jaminan dilakukan terhadap penegakan hukum oleh Polri, tapi bisa melalui jaringannya.

“Bagaimanapun juga sebagai mantan Kapolda, mereka masih punya pengaruh yang bisa dimanfaatkan. Namun, bagaimanapun purnawirawan jenderal juga warga negara Indonesia yang memiliki hak-hak politik, baik hak memilih maupupun dipilih,” pungkas staf pengajar FISIP Unair ini. (mdr/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO