Gerindra dan PKB Usulkan Hak Angket Ahok Gate, Jokowi Instruksikan Mendagri Minta Fatwa MA

Gerindra dan PKB Usulkan Hak Angket Ahok Gate, Jokowi Instruksikan Mendagri Minta Fatwa MA Empat Fraksi di DPR resmi menyerahkan usulan hak angket terkait pelantikan Basuki T Purnama sebagai gubernur di DKI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (13/2).

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo untuk mendapatkan pandangan resmi dari Mahkamah Agung (MA) terkait status Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang kembali aktif sebagai gubernur DKI Jakarta usai cuti kampanye pilkada, meski menyandang status terdakwa.

Hal ini disampaikan oleh Haedar Nashir, ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat menemui Jokowi di Istana Negara.

"Ini kan banyak tafsir. Bahkan Pak Presiden sendiri betul-betul memahami, menyadari banyak tafsir itu. Bahkan beliau meminta Mendagri untuk minta pandangan resmi dari MA," kata Haedar usai menemui Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, dikutip dari Republika.co.id, Senin (13/2).

Haedar pun meminta, jika sudah terdapat pandangan resmi dari MA maka Mendagri perlu melaksanakan pandangan tersebut. Pandangan dari MA ini diperlukan lantaran banyaknya pemahaman di masyarakat terkait hukum yang menyangkut Ahok tersebut.

"Nah kalau sudah ada pandangan resmi MA maka laksanakan apa yang menjadi pandangan resmi itu. Jadi saya pikir itu merupakan langkah yang cukup elegan, jadi di tengah banyak tafsir tentang aktif nonaktif ini, maka jalan terbaik adalah meminta fatwa MA, jadi fatwa MA, bukan fatwa MUI ya," ujarnya.

Haedar menegaskan, Muhammadiyah tetap bersikap patuh dan tunduk kepada hukum yang berlaku. Jika dalam aturannya diharuskan agar pejabat yang terjerat kasus hukum untuk dinonaktifkan sebagai gubernur, maka aturan tersebut harus dijalankan. Namun, jika terdapat perbedaan tafsir maka perlu terdapat otoritas yang memastikan aturan hukum tersebut.

"Tegakkan prinsip hukum yang memang sifatnya tegas, jadi kalau memang prinsip hukum dan dasar UU nonaktif ya nonaktif. Masalahnya kalau perbedaan tafsir harus ada otoritas yang memastikan itu. Jadi Muhammadiyah prinsipnya untuk semua kasus, kan bukan hanya DKI juga katanya ada Gorontalo dan sebagainya, tegakkan hukum sesuai dengan konstitusi yang berlaku," ujarnya.

Karena itu, Haedar berharap agar MA segera memberikan pandangannya terkait masalah ini. Sehingga terdapat kepastian hukum dan tidak menimbulkan kegaduhan dalam masyarakat. Haedar juga mengingatkan agar masyarakat dapat memilih pemimpin yang bertanggungjawab, teladan, dan dapat mengelola masyarakat dan daerah.

Sementara kemarin, Fraksi Partai Gerindra resmi mengusulkan hak angket 'Ahok Gate', untuk menginvestigasi pelantikan kembali Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi gubernur DKI Jakarta meski berstatus terdakwa kasus penodaan agama.

''Kami dari Fraksi Gerindra, akan mengajukan angket 'Ahok Gate'. Karena ini terkait dugaan pelanggaran terhadap UU KUHP 156a, UU Nomor 23 tahun 2014,'' kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (13/2).

Menurut Fadli yang juga wakil ketua DPR tersebut, angket tersebut untuk menguji kebijakan pemerintah melantik Ahok kembali. Sebab, ia menilai, paling tidak ada tiga hal yang dilanggar pemerintah.

Yaitu KUHP, UU Pemda, dan tidak sejalan dengan Yurisprudensi. Kepala daerah yang sudah terdakwa, kata dia, bahkan belum masuk pengadilan sudah diberhentikan. Ia mencontohkan, kepala daerah yang pernah diberhentikan sebelum divonis adalah mantan gubernur Banten, Sumut, dan Riau.

Selain itu, Gerindra menilai, mendagri melanggar janji akan memberhentikan Ahok kalau sudah selesai masa cutinya. ''Saya kira ini yang menjadi masalah. Kita inisiator. Kita menyamakan dengan fraksi lain, PKS dan Demokrat. Kita menggunakan hak konstitusi,'' kata Fadli.

Sumber: republika.co.id/merdeka.com

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO