Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, dalam Mujahadah Mengetuk Pintu Langit untuk Indonesia dan NU di Pondok Pesantren Ash-Shodiqiyah Semarang Jawa Tengah, Kamis (18/12/2025) malam. Foto: M.Mas'ud Adnan/bangsaonline
SEMARANG, BANGSAONLINE.com – Keprihatian para kiai terhadap konflik PBNU terjadi di mana-mana dan diekspresikan dengan berbagai cara. Di Semarang para kiai menggelar mujahadah. Mereka berusaha mengetuk pintu langit untuk Indonesia dan NU di Pondok Pesantren Asshodiqiyah Semarang Jawa Tengah, Kamis (18/12/2025) malam. Pesantren Ash-Shodiqiyah diasuh oleh Dr (HC) KH Shodiq Hamzah Usman.
Menurut Kiai Shodiq Hamzah, PBNU sekarang sedang ruwet.
“Karena itu kita mujahadah untuk Indonesia dan NU,” kata Kiai Shodiq saat mengawali acara yang diikuti ratusan kiai dan santri itu.
Acara itu digelar di Masjid Pondok Pesanten Asshodiqiyah, Sawah Besar Timur, Kelurahan Kaligawe, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang.
Menurut dia, dalam acara mujahadah itu tak ada pernyataan sikap bersama seperti pertemuan NU lainnya. Tapi fokus mujahadah dengan istighatsah yang wiridnya disusun oleh Kiai Shodiq Hamzah sendiri.
Ia berharap Allah SWT meridlai dan memberikan solusi terhadap kemelut NU dan berbagai problem yang menimpa Indonesia, termasuk bencana yang kini menimpa Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat.
Hadir dalam acara itu Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, putra KH Abdul Chalim, salah seorang kiai pendiri Nahdlatul Ulama. Juga hadir KH Muadz Thohir, Rais Syuriah PBNU.
Meski tanpa pernyataan sikap, tapi Kiai Shodiq Hamzah mempersilakan Kiai Asep dan Kiai Muadz untuk menyampaikan sambutan. Dalam sambutan singkatnya, Kiai Asep mengatakan bahwa seminggu sebelum Muktamar ke-34 NU di Lampung 2021 dirinya pernah menghadiri pertemuan kiai NU di Pesantren Asshodiqiyah yang diasuh Kiai Shodiq Hamzah ini.
“Saat itu ada Gus Mus, Kiai Dimyati Rois, Kiai Miftachul Akhyar, Gus Yahya, Kiai As’ad Ali, “ ujar Kiai Asep.
Kiai Asep dalam pertemuan tersebut mengungkap sejumlah risywah (suap) yang terjadi di daerah. “Saya katakan kepada para kiai saat itu bahwa saya baru saja datang dari Aceh,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu.
“Saya mendapat laporan dari ketua-ketua PCNU bahwa ada dugaan risywah besar-besaran,” ungkap Kiai Asep. Tapi para kiai yang hadir dalam pertemuan tersebut tak ada yang merespons terhadap laporan yang disampaikan Kiai Asep.
Kiai Asp heran. Akibatnya, kata Kiai Asep, PBNU mengalami nasib seperti sekarang. Konflik dan ruwet.
"Kengurusan PBNU tak barakah," tegasnya.
“Karena itu Muktamar NU yang akan datang jangan sampai ada risywah. Kalau perlu para Banser suruh menangkap orang yang melakukan risywah di Muktamar,” kata Kiai Asep.
“Calon (Rais Aam dan Ketum PBNU) yang ketahuan melakukan risywah harus didiskualifikasi,” tambah Kiai Asep yang baru saja mendapat pengharagaan dari Bank Indonesia (BI) sebagai Tokoh Penggerak Ekonomi Keuangan Syariah untuk Negeri.
Kiai Asep juga mensyaratkan calon Rais Aam dan Ketua Umum PBNU memiliki berbagai kapasitas. “Harus memiliki kapasitas keilmuan, kapasitas pengalaman, kapasitas kebesaran hati, kapasitas ketaqwaan, kapasitas akhlak, kapasitas iffah, kapasitas kecerdasan,” tegas Kiai Asep.
Menurut Kiai Asep, kapasitas kecerdasan sangat penting. “Agar tak diakali Holland Taylor,” ujar Kiai Asep sembari tersenyum. Ironisnya, “Rais Aamnya juga ikut,” tukas Kiai Asep.
Yang dimaksud Rais Aamnya ikut, yakni ikut menandatangani pengangkatan Charles Holland Taylor sebagai penasehat khusus Ketua Umum PBNU KH Yahya Staquf bidang internasional.
Kiai Asep juga mengungkap tentang proses berdirinya NU. Menurut Kiai Asep, sebelum NU berdiri para kiai NU mendirikan lembaga pengkaderan, yaitu Nahdlatul Wathan.
“Selama 10 tahun Nahdlatul Wathan ini melakukan pengkaderan,” tutur Kiai Asep yang pada Agustus 2025 lalu mendapat penghargaan Bintang Mahaputera Nararya dari Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Kiai Asep, dalam setiap angkatan ada 65 kader yang dilatih, baik dari segi pemikiran dan wawasan maupun keterampilan berorganisasi.
“Pesertanya adalah gus-gus, putra-putra kiai yang tulus-tulus,” kata Kiai Asep sembari mengatakan bahwa seorang gus seharusnya tulus, tidak pragmatis. “Dulu putra kiai tulus-tulus,” tambah Kiai Asep.
Sedang tutornya para kiai yang punya kapasitas dan alim serta punya wawasan luas. “Tutornya Kiai Asnawi Kudus, Kiai Ridwan Semarang,” ujar Kiai Asep menyebut beberapa nama.
Pada tahun terakhir, Nahdlatul Wathan diketuai oleh KH Abdul Wahab Hasbullah, sedangkan sektretarisnya adalah KH Abdul Chalim, ayahanda Kiai Asep.
Karena itu ketika formasi kepemimpin PBNU perdana tersusun - terdiri dari Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar, Kiai Achmad Dahlan Achyad sebagai Wakil Rais Akbar, KH A Wahab Hasbullah sebagai Katib Awal, KH Abdul Chalim sebagai Katib Tsani – Hadratussyaikh menugasi Kiai Wahab dan Kiai Abdul Chalim untuk menusun kepengurusan berikutnya.
“Karena beliau-beliau itulah yang aktif dalam Nahdlatul Wathan,” ujar Kiai Asep sembari mengatakan bahwa nama Nahdlatul Ulama itu diambil dari nama Nahdlatul Wathan dan 65 yang hadir.
“Jadi Nahdlah itu diambil dari Nadhaltul Wathan, sedang Ulama-nya diambilkan dari 65 ulama yang hadir, maka jadilah Nahdlatul Ulama,” tegasnya.
Kiai Asep mengapresiasi langkah Kiai Shodiq yang menggelar mujahadah bersama.
“Mujahadah ini mewakili keruwetan NU,” tegas Kiai Asep.
Menurut Kiai Asep, pengurus NU tempo dulu adalah para kiai tulus dan Ikhlas.
“Dulu para kiai rebutan untuk menolak jadi pengurus NU,” kata pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah.
KH Muadz Thohir juga sepakat dengan pemikiran Kiai Asep. Kiai Muadz bercerita bahwa dulu KH Abdul Sahal Mahfudz selalu menolak dicalonkan sebagai Rais Aam. “Menurut Kiai Sahal seorang Rais Aam itu harus faqih,” tegasnya.
Padahal Kiai Sahal Mahfudz sendiri dikenal sebagai ulama faqih dan alim ‘allamah. Tapi Kiai Sahal kemudian tak bisa menolak ketika para Muktamirin NU sepakat memilih menjadi Rais ‘Aam Syuriah PBNU di Muktamar ke-30 NU di Lirboyo Kediri pada 1999.





