Masyarakat di Desa Soso, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar.
BLITAR, BANGSAONLINE.com - Sejak 2012, Desa Soso di Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, menjadi lokasi konflik tanah berkepanjangan. Perselisihan terjadi antarkelompok petani hingga ketegangan dengan perusahaan perkebunan yang mengklaim kepemilikan lahan sama.
Kondisi tersebut menghambat aktivitas dan menurunkan kualitas hidup warga desa. Sapto Basuki (44), Sekretaris Kelompok Petani Desa Soso Bintang Bersatu, mengingat masa konflik yang penuh ketegangan.
“Antarkelompok dulu itu sampai terjadi permusuhan. Kalau bertemu, ya jotos-jotosan. Lahan yang sudah ditanami kelompok ini, nanti dirusak atau diambil alih kelompok lain. Jadi penguasaan lahan itu masing-masing dan sering saling klaim,” ucapnya, Selasa (11/11/2025).
Situasi berubah drastis pada 2022 ketika Kementerian ATR/BPN melalui program Reforma Agraria menerbitkan sertifikat redistribusi tanah seluas 83,85 hektare kepada 528 Kepala Keluarga.
“Sebelum pegang sertifikat, mau panen itu harus cepat-cepatan. Kelompok A mau panen, tapi kelompok B atau C bisa mendahului atau mengganggu. Tanamannya bahkan bisa dirusak. Setelah punya sertifikat, jadi lebih tenang. Bisa panen sesuai haknya karena tanahnya sudah punya kita,” kata Sapto.
Program ATR/BPN tidak berhenti pada penataan aset, tetapi juga penataan akses berupa pemetaan sosial dan pendampingan kelompok petani.
Sebelumnya, mayoritas petani hanya menanam singkong dengan masa panen setahun sekali. Kini mereka mengembangkan jagung hibrida, padi, ketela pohon, cabai, tomat, kacang tanah, tebu, hingga melon.
Ketua Kelompok Petani Desa Soso Bintang Bersatu, Basuki Rahmad (55), menegaskan redistribusi tanah membawa dampak besar bagi ekonomi warga.
“Yang jelas, dengan adanya redis, perubahan perekonomian masyarakat Desa Soso memang sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga,” ujarnya.
Ia menambahkan, legalitas tanah membuat petani lebih berani mengembangkan usaha tani.
“Kami sudah menikmati hasilnya. Kami berterima kasih terutama kepada BPN, dan pemerintah daerah Kabupaten Blitar,” imbuhnya.
Kini energi petani tidak lagi terkuras untuk konflik, melainkan fokus pada pengembangan pertanian.
“Kami mendapat banyak pengetahuan baru. Tidak hanya perekonomian yang meningkat, tapi secara edukasi masyarakat juga bertambah wawasannya tentang pertanian, bekal untuk ke depan. Kami memang merasakan pendampingan penataan akses dari BPN itu luar biasa,” kata Basuki. (afa/mar)












