Tafsir Al-Hajj 28-29: Daging Qurban dan Daging Dam

Tafsir Al-Hajj 28-29: Daging Qurban dan Daging Dam Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i.

Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie

Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.

Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Hajj': 28-29. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca.

28. Liyasyhadū manāfi‘a lahum wa yażkurusmallāhi fī ayyāmim ma‘lūmātin ‘alā mā razaqahum mim bahīmatil-an‘ām(i), fa kulū minhā wa aṭ‘imul-bā'isal-faqīr(a).

(Mereka berdatangan) supaya menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka berupa binatang ternak. Makanlah sebagian darinya dan (sebagian lainnya) berilah makan orang yang sengsara lagi fakir.

29. Ṡummal yaqḍū tafaṡafahum wal yūfū nużūrahum wal yaṭṭawwafū bil-baitil-‘atīq(i).

Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada di badan mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka, dan melakukan tawaf di sekeliling al-Bait al-‘Atīq (Baitullah).”

TAFSIR

Qurban, artinya dekat sungguhan, usaha mendekat secara sungguhan kepada Allah SWT dengan cara bersedekah, menyembelih hewan ternak pada hari id qurban. Karena arahnya adalah amal kebajikan, amal suka-suka, amal mendekat kepada-Nya, maka daging yang djadikan qurban adalah media pendekatan kepada-Nya.

Jadinya, mereka yang berqurban perlu sekali mencicipi, memakan daging PDKT itu agar tujuan mulianya lebih terdukung sukses. Bagi yang berqurban disunnahkan makan, maksimal sepertiganya, sedangkan yang dua pertiga untuk siapa saja, pejabat atau orang kaya, tentu diutamakan yang miskin.

Tidak sama dengan daging dari hewan sembelihan karena ada persoalan atau problem agama, seperti dam, nadzar, denda, atau kafarat. Maka yang bersangkutan sama sekali tidak boleh mengonsumsi, walau segigitan. Harus disedekahkan utuh. Digigit sesuapan, berarti tidak utuh. Dan harus mengganti. Barapa?

Mayoritas fuqaha berpikir logik dan berbanding rasional, yaitu mengganti seukuran yang dimakan atau yang diambil saja. Bahkan, gantinya bisa sesuai aslinya, “nafs al-syai”, yaitu daging atau “qimah”, nilainya. Bisa uang atau makanan.

Sementara ulama mutasyaddidin, harus mengganti utuh. Mengganti dengan seekor kambing utuh lagi. Hal itu karena yang pertama tidak memenuhi syarat, cacat hukum, dan tidak sah, maka harus ganti total. Kayak aturan ibadah yang cacat, maka mengulang lagi.