
Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie
Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.
Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Hajj': 24-25. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca.
24. Wa hudū ilaṭ-ṭayyibi minal-qaul(i), wa hudū ilā ṣirāṭil-ḥamīd(i).
Mereka diberi petunjuk pada ucapan yang baik dan diberi petunjuk (pula) ke jalan (Allah) Yang Maha Terpuji.
25. Innal-lażīna kafarū wa yaṣuddūna ‘an sabīlillāhi wal-masjidil-ḥarāmil-lażī ja‘alnāhu lin-nāsi sawā'anil-‘ākifu fīhi wal-bād(i), wa may yurid fīhi bi'ilḥādim biẓulmin nużiqhu min ‘ażābin alīm(in).
Sesungguhnya orang-orang yang kufur dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan (dari) Masjidilharam yang telah Kami jadikan (terbuka) untuk semua manusia, baik yang bermukim di sana maupun yang datang dari luar (akan mendapatkan siksa yang sangat pedih). Siapa saja yang bermaksud melakukan kejahatan secara zalim di dalamnya pasti akan Kami jadikan dia merasakan sebagian siksa yang pedih.
TAFSIR
“Sawa’a, al-‘akif fih wa al-bad”. Tentang ayat ini, semua sahabat, para tabi’in, dan ulama’ salaf berpendapat, bahwa penduduk Kota Makkah tidaklah lebih berhak daripada pendatang. Selagi di Makkah, Tuhan memperlakukan sama.
Lebih radikal adalah pendapat Umar ibn al-Khattab R.A. dan Abdullah ibn Abbas R.A., bahwa: pendatang punya hak penuh bersinggah di rumah penduduk, milik siapa saja, kapan saja. Tidak peduli, apakah si pemilik rumah suka atau tidak. Dia wajib menfasilitasi. (al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, li al-Qurthuby : XII/p.32).
Lha, terus, hotel-hotel di Makkah semuanya, sekarang dikomersilkan, bahkan banyak makelar. Bahkan, pejabat negeri ini terkait haji, seger banget, kaya-kaya. Atau, bagaimana hukum menyawakan rumah, hotel untuk para jamaah haji?
Boleh, sebab masuk bab mu’malah. Abu Hanifah, Malik, al-Syafi’iy, al-Awza’iy cenderung pendapat ini. (al-Qurthubi :XII/p.33).
Karena ini ada jaminan dari Tuhan, bahwa mereka adalah tamu-Nya dan diperlakukan sama, maka tolong jangan sampai dimahalkan.
Para pejabat haji dan yang terkait, janganlah para jamaah diperlakukan sebagai sapi perahan yang pasti menurut diperah berapa pun. Meski transaksinya sah, tapi kelakuan begitu itu berdosa, demi Allah berdosa. “... wa lakin ya’tsam”.